Selamat atas tersusun'y dewan komisaris-direksi NKRI Holding....

728x90 AdSpace

Kolamz Post
Theme images by Colonel. Powered by Blogger.
Monday 25 March 2013

Moda Transportasi yang Eksotik dan Estetik

Transportasi… 


Begitulah kata benda ini sering disebut apabila kita hendak bepergian ke suatu tempat. Transportasi merupakan kata yang menunjukan jenis sarana untuk mencapai suatu tempat dalam perjalan hidup tiap-tiap manusia dan atau untuk sarana memindahkan (mengangkut) barang-barang yang diperlukan oleh manusia sebagai penunjang kebutuhan dalam hidupnya.

Persoalan transportasi merupakan persoalan linier programming. Bahkan aplikasi dari teknik linier programming pertama kali adalah dalam merumuskan persoalan transportasi yang dasar pada mulanya dikembangkan oleh F.L Hitchcock pada tahun 1941 dalam studinya yang berjudul: The Distribution of a product from several source to numerous locations

Ini merupakan ciri dari persoalan transportasi yaitu mengangkut sejenis produk seperti produk beras, minyak, daging, telur atau produk lainnya dari beberapa daerah asal (pusat produksi, depot atau gudang) ke beberapa derah tujuan (pasar, tempat proyek atau permukiman), pengaturan harus dilakukan sedemikian rupa agar sejumlah biaya transportasi minimum. 

Pada tahun 1947, TC Koopmans secara terpisah menerbitkan suatu hasil studi mengenai: Optimum utilization of the transportation system. Selajutnya, prumusan persoalan LP, dan cara pemecahan yang sistematis dikembangkan oleh Prof. George Danzig yang sering disrbut Bapak linier programming. Prosedur pemecahan yang sistematis tersebut disebut metode simpleks. 

Transportasi adalah suatu pengaturan yang berhubungan dengan pelaksanaan pendistribusian yang lebih ekonomis dari produk-produk (barang-barang) yang dihasilkan di beberapa pabrik dan keperluan untuk penempatannya dalam gudang yang lokasinya berbeda (Biegel). Menurut (Dimyati, 1994) transportasi membahas masalah pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber (supply) kepada sejumlah tujuan (destination, demand), dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. 

Menurut Hari Purnomo, (2004) pemodelan transportasi adalah masalah pendistribusian sejumlah produk atau komoditas dari beberapa sumber distribusi (supply) kepada beberapa daerah tujuan (demand) dengan berpegang pada prinsip biaya disrtibusi minimal. Selain untuk mencari biaya distribusi minimal, pemodelan transportasi juga dapat digunakan untuk mencari perolehan/pendapatan maksimal dari strategi distribusi komoditi yang mempunyai keuntungan tertentu. 

Kata transportasi pertama diperkenalkan sebagai kata yang diperlukan dalam aktivitas manusia terekam dalam Relief yang ditemukan di Ibukota Assyrian Dur Sharrukin, 8 abad SM. 

Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan, berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit demi-sedikit, yang sebenarnya diawali dengan perjalan jarak jauh berjalan kaki pada jaman paleolithic. Sejarah manusia menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga dibantu dengan pemanfaatan hewan yang menyeret suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh manusia dan penggunaan rakit di sungai. Beberapa rekaman mengenai transportasi terekam dalam relief yang dipahat dibatu pada daerah Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti ditunjukkan dalam gambar. 


Transportasi diawali dengan penemuan roda pada sekitar 3500 tahun sebelum masehi yang digunakan untuk mempermudah memindahkan suatu barang. Pada tabel, berikut ditunjukkan perkembangan didalam transportasi dari jaman ke jaman. Tetapi sebelumnya tentu ada pergerakan manusia ke Benua Australia yang diperkirakan terjadi 40.000 sampai 45.000 tahun yang lalu menggunakan suatu bentuk transportasi maritim. 

Tahun Temuan

3500 SM Penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern 3500 SM Kapal pertama sekali dikembangkan.

2000 SM Kuda digunakan oleh manusia untuk transportasi moda transportasi yang paling penting, dan penggunaannya masih tetap saja masih kita lihat dalam kehidupan modern kita. Kuda banyak tercatat dalam sejarah dalam bentuk tunggangan ataupun kereta kuda yang banyak ditemukan dalam relief-relif yang merupakan fakta sejarah.

770 Sepatu kuda digunakan untuk pertama sekali.

1492 Leonardo Davinsi membuat lebih dari 100 gambar rancangan pesawat terbang.

1620 Cornelis Drebbel membuat kapal selam pertama.

1662 Blaise Pascal menciptakan bus angkutan umum pertama yang ditarik kuda melayanai trayek tetap, berjadwal dan penerapan sistem tarif.

1769 Mobil pertama yang digerakkan dengan mesin uap.

1783 Kapal uap praktis pertama dikembangkan oleh Marquis Claude Francois de Jouffroy d'Abbans, yang menggunakan roda kayuh.

1790 Sepeda pertama sekali ditemukan dan digunakan.

Perkembangan Transportasi setelah jaman industrialisasi 

Bens membuat kendaraan produksi pertama pada tahun 1885 

Perkembangan transportasi setelah jaman industrialisasi berjalan dengan sangat cepat, inovasi berkembang sangat cepat demikian juga penggunaan transportasi berjalan dengan sangat cepat, dimulai dengan penerapan mesin uap untuk angkutan kereta api dan kapal laut, kemudian disusul dengan ditemukannya mesin dengan pembakaran dalam. Penemuan selanjutnya yang sangat mempengaruhi sistem transportasi adalah dengan dikembangkannya mesin turbin gas, yang kemudian menjadi turbo jet yang digunakan pada pesawat terbang. Di transportasi laut penemuan yang spectakuler adalah dengan pengembangan bahan bakar nulir, banyak digunakan untuk kapal selam. Pada Tabel berikut ditunjukkan perkembangan sistem transportasi. 

Tahun Temuan

1801 Lokomotif uap pertama yang ditemukan oleh Richard Trevithick yang kemudian disempurnakan oleh George Stephensen.

1858 Jean Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan mesin dengan pembakaran dalam.

1867 Sepeda motor pertama yang digerakkan dengan bahan bakar

1879 Werner von Siemens merancang dan mengembangkan kereta api listrik yang pertama

1885 Bens membuat kendaraan produksi pertama

1899 Ferdinan von Zeppelin menerbangkan pesawat balon udara pertama

1903 Orville and Wilbur Wright. pada tanggal 17 Desember 1903, Wright bersaudara membuat penerbangan pertama.

1908 Henry Ford menerapkan sistem produksi ban berjalan untuk pembuatan mobil secara massal.

1926 Roket berbahan bakar cair pertama diluncurkan.

1932 Pemerintah Jerman membangun Autobahn/Jalan Bebas Hambatan pertama.

1939 Pesawat terbang jet pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin yang dibuat Hans von Ohain ditahun 1936.

1942 Helicopter yang didisain dan di produksi oleh Igor Sikorsky.

1947 Pesawat supersonik pertama dterbangkan.

1953 Kapal yang digerakkan dengan nuklir pertama diluncurkan.

Permasalahan yang kemudian timbul dengan perkembangan transportasi diera industrialisasi adalah jumlah penggunaan energy yang luar biasa dimana hampir seluruh moda angkutan menggunakan energi fosil. Pembakaran energy fosil pada transportasi modern pada gilirannya akan mengeluarkan emisi gas buang dimana sebagian besar dari emisi gas buang tersebut berupa gas rumah kaca yang pada gilirannya mengakibatkan pemanasan global. Oleh karena itu belakangan ini diupayakan untuk mencari energy alternatif yang tidak mencemari lingkungan, mengalihkan transportasi kepada transportasi yang ramah lingkungan. 

Transportasi udara baru berkembang pada zaman industrialisasi dimana tercatat dalam sejarah Orville and Wilbur Wright pada tanggal 17 Desember 1903, berhasil membuat penerbangan pertama, perkembangan transportasi udara kemudian berkembang pesat, dan sekarang ini digunakan untuk transportasi jarak menengah dan panjang. Keunggulah utama transportasi udara adalah kecepatan tinggi, sehingga waktu bertransportasi menjadi lebih pendek, namun biaya dan penggunaan bahan bakarnya tinggi sehingga hanya feasible untuk penumpang dan barang dengan nilai tinggi ataupun dibutuhkan dalam waktu yang cepat.  

Sejarah Kendaraan bermotor di Indonesia 

Diyakini, John C. Potter adalah salah satu dari dua orang laki-laki dalam mobil kuno ini 

Mobil 
Kendaraan bermotor pertama hadir di Indonesia (Hindia Belanda) tahun 1893. Orang pertama yang memiliki kendaraan bermotor di Indonesia adalah orang Inggris, John C Potter, yang bekerja sebagai Masinis Pertama di Pabrik Gula Oemboel, Probolinggo, Jawa Timur. Potter memesan langsung sepeda motornya ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmuller, di Muenchen, Jerman. Potter pun satu-satunya orang yang menggunakan kendaraan bermotor di Indonesia pada saat itu. 

Industri otomotif Indonesia dimulai tahun 1920 ketika General Motors (GM) mendirikan pabrik perakitan Chevrolet di Tanjoeng Priok (halaman 89), lalu pada tahun 1955, Pemerintah Indonesia mendatangkan mobil dari luar negeri untuk mendukung pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, 18-24 April. Mobil-mobil itu adalah Plymouth Belvedere, Opel Kapitan, dan Opel Kadett. 

Toyota Kijang bak terbuka dipamerkan di paviliun Toyota di arena Jakarta Fair pada tahun 1975, dan Toyota Kijang generasi pertama diluncurkan tahun 1977, bertahan hingga empat tahun. Pada tahun 1981, lahir pula Toyota Kijang generasi kedua, dan pada tahun 1986 lahir Toyota Kijang generasi ketiga, sedangkan Toyota Kijang generasi keempat muncul tahun 1996. 

Sepeda motor 

 Sepeda motor Minerva buatan Belgia menarik wagon.



Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama milik Sunan Solo (merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia. Hal itu menjadikan J.C. Potter sebagai orang pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu, ada hal yang menarik apabila kita mengamati tahun kedatangan sepeda motor tersebut. 

Sedang sepeda motor pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885 oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach tetapi belum dijual untuk umum. Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman. Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga dipesan dan digunakan pada merk motor lain sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya adalah Ariel Motorcycles di Inggris. 

PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia. Didirikan pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor, yang sahamnya secara mayoritas dimiliki oleh PT Astra International. Saat itu, PT Federal Motor hanya merakit, sedangkan komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely knock down). Pabrik sepeda motor Yamaha mulai beroperasi di Indonesia sekitar tahun 1969, sebagai suatu usaha perakitan saja, semua komponen didatangkan dari Jepang, baru pada tanggal 6 Juli tahun 1974 berdiri secara resmi PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. 

Sejarah Pelayaran di Indonesia


 Pinisi di pelabuhan Paotere, Makassar 

Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. 

Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi. 

Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah kolonial Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart Maattscappi) dan merupakn satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak monopoli di Bidang pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi pemerintah sampai batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu. 

Sejarah berdirinya PT PELNI bermula dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum tanggal 5 September 1950 yang isinya mendirikan Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-kapal (PEPUSKA). 

Latar belakang pendirian Yayasan PEPUSKA diawali dari penolakan pemerintah Belanda atas permintaan Indonesia untuk mengubah status maskapai pelayaran Belanda yang beroperasi di Indonesia, N.V. K.P.M (Koninklijke Paketvaart Matschappij) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Pemerintah Indonesia juga menginginkan agar kapal-kapal KPM dalam menjalankan operasi pelayarannya di perairan Indonesia menggunakan bendera Merah Putih. Pemerintah Belanda dengan tegas menolak semua permintaan yang diajukan oleh pemerintah Indonesia. 

Dengan modal awal 8 (delapan) unit kapal dengan total tonage 4.800 DWT (death weight ton), PEPUSKA berlayar berdampingan dengan armada KPM yang telah berpengalaman lebih dari setengah abad. Persaingan benar-benar tidak seimbang ketika itu, karena armada KPM selain telah berpengalaman, jumlah armadanya juga lebih banyak serta memiliki kontrak-kontrak monopoli

Akhirnya pada 28 April 1952 Yayasan Pepuska resmi dibubarkan. Pada saat yang sama didirikanlah PT PELNI dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor M.2/1/2 tanggal 28 Februari 1952 dan No. A.2/1/2 tanggal 19 April 1952, serta Berita Negara Republik Indonesia No. 50 tanggal 20 Juni 1952. Sebagai Presiden Direktur Pertamanya diangkatlah R. Ma'moen Soemadipraja (1952-1955). 

Sejarah Penerbangan di Indonesia 
Pesawat terbang jenis Antoinette diangkut ke Surabaya menggunakan kapal laut. 18 Maret 1911 Gijs Kuller (orang Belanda) mendemonstrasikan pesawat tersebut terbang di Pasar Turi Surabaya, menjadi penerbangan pesawat bermotor pertama di Indonesia. Demonstrasinya dilanjutkan ke Semarang, Yogya dan Medan. Beberapa waktu kemudian Batavia dan Solo menyusul.


Jan Hilgers (Orang Belanda keturunan Indonesia) mendemonstrasikan pesawat Fokker Skin terbang di Surabaya. P.A Koezminski (orang Rusia) juga mendemonstrasikan pesawat Bleriot XIa terbang di Batavia. Keduanya melanjutkan demonstrasi di Semarang. Fokker Skin jatuh di Semarang 2 Maret 1913, kecelakaan pesawat terbang pertama di Indonesia. Jan Hilgers selamat. Beberapa penerbangannnya tidak mulus, tidak cocok dengan iklim tropis di Indonesia: 

Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda mencoba melakukan penerbangan dari Bandara Schippol Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut membutuhkan waktu selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di Batavia dan berhasil mendarat di Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandar Udara Halim Perdanakusuma. 

Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah berdiri sebuah perusahaan patungan KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas kejasama Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda dan perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di Indonesia. 

Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute penerbangan tetap Batavia-bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang sekali setiap hari. Setelah perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun bertambah yaitu Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu sekali. 

Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda ke Jakarta, masih diperlukan lima tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan oleh perusahaan penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan pesawat Fokker F-78 bermesin tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat. Kemudian pada tahun 1931 jenis pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut penumpang. 

Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta presiden memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu. 

Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman Kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu") Maka pada tanggal 28 Desember 1949, terjadi penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair yang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran, Jakarta untuk pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama baru, Garuda Indonesian Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini. 

Sejarah Perkeretaapian di Indonesia

 
Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, kita rasakan bersama belum mencapai pada tahap yang membanggakan. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi. 

Hal ini secara signifikan menyebabkan penurunan peran dari moda ini dalam konteks penyelenggaraan transportasi nasional. Padahal dari sisi efisiensi energi dan rendahnya polutan (karbon) yang dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan dengan moda yang lain. Artinya jika diselenggarakan dengan baik dan tepat, moda ini pasti mampu menjadi leading transportation mode khususnya sebagai pembentuk kerangka atau lintas utama transportasi nasional. 


Secara historis penyelenggaraan kereta api dimulai sejak zaman Pemerintah kolonial Hindia Belanda (1840-1942), kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) dan setelah itu diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (1945–sekarang). 

Pada pasca Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) setelah terbentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945 masih terdapat beberapa perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS (Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf atau gabungan perusahaan kereta api pemerintah dan swasta Belanda) yang ada di Pulau Jawa dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara, masih menghendaki untuk beroperasi di Indonesia. 

Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat (2), angkutan kereta api dikategorikan sebagai cabang produksi penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pengusahaan angkutan kereta api harus dikuasai negara. Maka pada tanggal 1 Januari 1950 dibentuklah Djawatan Kereta Api (DKA) yang merupakan gabungan DKARI dan SS/VS. 

Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971 berdasarkan PP No. 61 Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP No. 57 tahun 1990, PJKA beralih bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan terakhir pada tahun 1998 berdasarkan PP No. 12 Tahun 1998, Perumka beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero). 

Dalam perjalanannya PT. KA (Persero) guna memberikan layanan yang lebih baik pada angkutan kereta api komuter, telah menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008. 

Dari sejarah transformasi kelembagaan, dapat disarikan bahwa penyelenggaraan perkeretaapian dimulai dari swasta (pada jaman Belanda), nasionalisasi republik, perusahaan negara (BUMN), dan sekarang dengan regulasi yang mendorong keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan infrastruktur (Perpres No. 67 Tahun 2005), perkeretaapian diarahkan untuk dapat diselenggarakan oleh swasta. 

Macam-macam Masalah Transportasi 

Potret kusut transportasi kita bukan hanya terjadi di Ibu Kota Negara saja. Setidaknya hal itu pernah dikeluhkan oleh seluruh warga yang setiap hari beraktivitas baik di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di seluruh Tanah Air, atau bahkan masyarakat yang hanya sekadar melintas untuk suatu keperluan. Mulai dari pengemudi yang agak ugal-ugalan karena dituntut memenuhi setoran, kriminalitas jalanan, kemacetan, yang seringkali berakhir pada hilangnya sektor terpenting dalam layanan transportasi umum, yaitu kenyamanan, keamanan dan tentunya adalah keselamatan.

Nah, untuk DKI Jakarta, kelahiran BUMD Transportasi ini akan menolong Kopaja dan Metro Mini. Dengan catatan mereka mau bergabung dan hibahnya akan dialirkan melalui BUMD

Ini cerita lika-likunya:

Sadar dengan fenomena itu, dibawah kepemimpinan gubernur baru, Pemerintah Provinsi  DKI Jakarta merancang sejumlah siasat untuk mengurai semua permasalahan transportasi. Dalam sebuah kesempatan, Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) sempat melontarkan rencananya untuk menukar dua unit angkutan kota (jenis bus) yang dinilai sudah tak layak beroperasi dengan satu unit bus baru. Menurut dia, hal itu dapat meningkatkan pelayanan angkutan umum dari sisi kenyamanan. Akan tetapi sejumlah pertanyaan lain kemudian mencuat, karena kebijakan itu dinilai berpotensi melahirkan angka pengangguran baru.

Menanggapi hal itu, Humas Pemprov DKI Jakarta, Eko Hariadi mengatakan, potensi pengangguran dapat ditekan dengan siasat lain. Yakni dengan cara membagi waktu beroperasi (shift). "Mungkin bisa digunakan cara shift, sekian jam bekerja dalam sehari, lalu bergantian," kata Eko saat ditemui Kompas.com di gedung Balai Kota DKI, (kompas.com, 31/10/2012).

Namun, kebijakan itu masih sangat simpang siur, karena Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama membantah mekanisme penukaran dua unit bus tidak layak dengan sebuah bus baru. Basuki mengatakan bahwa siasat untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum adalah dengan cara menukar bus tidak layak dengan bus baru yang anggaran pembeliannya berasal dari dana hibah pemerintah pusat.

Kemudian, muncul persoalan lain karena dana hibah tak dapat disalurkan pada perusahaan yang tidak berbadan hukum. Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32/2011 tentang Alokasi Dana Hibah, penggunaan dana hibah hanya diperbolehkan pada BUMN, BUMD, dan kelompok masyarakat.

Ingin merespon cepat, kemudian lahirlah wacana untuk membentuk BUMD Transportasi. Wacana ini pernah disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono. Jika disimpulkan, dibuatnya BUMD Transportasi tak lain adalah untuk memberikan legalitas pada penggunaan dana hibah. Dengan BUMD Transportasi, kata dia, kesejahteraan sumber daya manusia yang tergabung di dalamnya akan lebih terjamin. Pasalnya BUMD memiliki tata kelola yang lebih terstruktur, dan jelas berbadan hukum.

"Nah, kelahiran BUMD Transportasi ini akan menolong Kopaja dan Metro Mini. Dengan catatan mereka mau bergabung dan hibahnya akan dialirkan melalui BUMD," kata Pristono saat itu.

Untuk diketahui, rencana melahirkan BUMD Transportasi itu juga terkait dengan wacana memberikan penghasilan tetap pada setiap pengemudi maupun kernet bus. Bahkan, Jokowi sempat mengeluarkan rencana pengupahan yang cukup fantastis, yakni Rp 3,5 juta sampai Rp 5 juta sebulan. Upah sebesar itu sengaja dikeluarkan untuk menghapus istilah kejar setoran para awak pengemudi angkutan kota. Serta diharapkan mampu melecut semangat kerja para pengemudi bus untuk beroperasi tepat waktu, mematuhi rambu dan tidak ugal-ugalan saat mengemudi.

Meski belum diputuskan secara resmi, Jokowi tampak serius memperjuangkan rencananya. Karena dalam perhitungannya, 20-30 persen kemacetan ibu kota ditentukan oleh perilaku pengemudi angkutan kota.

Ditemui terpisah, Anggota Badan Anggaran DPRD DKI, Dwi Rio Sambodo menyampaikan dukungannya pada rencana tersebut. Menurut dia, sistem gaji tetap yang diberikan pada awak angkutan kota dapat meningkatkan layanan angkutan umum dari sisi kenyamanan dan keselamatan. Pasalnya, para pengemudi tak lagi dikejar-kejar oleh kewajiban memenuhi target setoran di setiap harinya

"Sopir mendapatkan jaminan pendapatan yang pasti dan tidak perlu mengejar setoran. Akhirnya macet terurai karena tak akan ada lagi penumpukan angkutan umum dan kenyamanan serta keselamatan penumpang juga lebih terjaga," katanya.

Metode-metode dalam Transportasi  
Didalam menyelesaikan persoalan transportasi, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Langkah I Menentukan solusi awal
Yang dimaksud dengan menentukan solusi awal adalah solusi perantara yang belum menunjukan solusi optimal. Sedang untuk mendapatkan solusi optimal harus dilakukan tahapan lanjut yang sama sekali berbeda dengan tahapan seperti tahapan yang telah dilakukan. Disini ada metode metode Pojok Kiri Atas (North West Corner), metode Ongkos Terkecil (Least Cost) dan metode Pendekatan Vogel (Vogel’s Approximation Method/VAM).

2. Langkah II Melakukan Optimasi
Tahapan-tahapan yang sudah dilalui diatas bukanlah solusi akhir yang dicari, tetapi hanya kondisi yang relatif optimal sehingga kita dapat lebih mudah mengurangi perhitungan-perhitungan interatif. Untuk mencari solusi optimal terdapat suatu terminologi penting didalam tahapan ini yaitu loop akan kita peroleh dari suatu kondisi yang lebih optimal. Adapun langkah-langkah dalam optimasi adalah suatu penyelesaian yang menggunakan sebuah aplikasi rumus hitung dalam ilmu transportasi. 

Setelah kita pahami sedikit gambaran dari pengertian, sejarah dan permasalahan dari kata "transportasi" ini, maka dalam kehidupan riil, kita pasti sudah sangat paham dan hafal dengan jenis-jenis alat transportasi yang telah disebutkan diatas, yang sudah lazim digunakan diberbagai negara dibelahan dunia pada saat ini, yakni jenis transportasi darat, laut dan udara. 

Dari ketiga jenis transportasi ini, kita sebagai salah satu negara berkembang bisa dikatakan masih dapat mengikuti perkembangan teknologi sesuai dengan perkembangan jamannya walaupun masih ada beberapa moda transportasi yang perkembangannya sangat lamban seperti pada bidang perkeretaapian dan pada bidang transportasi air (sungai dan laut), dalam pandangan kami, Indonesia sebagai negara yang lebih banyak dikelilingi oleh lautan, daerah "maritim", bidang transportasi air (sungai dan laut) masih mengalami kemunduran, hal ini dapat dilihat pada kebiasaan masyarakat di daerah-daerah yang pada awalnya telah terbiasa dengan transportasi air (sungai dan laut) namun sekarang telah berbondong-bondong beralih ke moda transportasi darat begitu juga dengan para pemilik usaha transportasi air ini, terutama untuk skala usaha menengah dan kecil.

Ini berbeda dengan moda transportasi darat maupun transportasi udara yang begitu menggeliat perkembangannya, masyarakatpun akan lebih familiar apabila disebutkan merek-merek dari moda transportasi darat, baik yang berjenis roda dua maupun yang berjenis roda empat, ini bertolak belakang dengan apabila kita menyebutkan salah satu nama dari moda transportasi air (sungai dan laut), yakni kata “speed”. 

Untuk jenis transportasi air ini, secara sepintas apabila anggota dari masyarakat kita diberi pertanyaan mengenai kata "speed" tadi, maka yang terbesit dari jawaban umumnya masyarakat adalah seperti teramat mahal, sebagai benda sangat antik dan sekaligus masih "langka". Hal ini berbeda apabila kita beralih topik pembicaraan dengan moda transportasi jenis lainnya, seperti moda transportasi udara misalnya, orang bahkan akan lebih mengenal merek atau nama-nama besar dari perusahaan-perusahaan pemakai/pembeli sampai pembuat/perakitan alat transportasi ini. 

Dengan sedikit gambaran diatas, maka dalam kesempatan kali ini, topik artikel yang ingin diangkat adalah ingin menggali beberapa kemanfaatan dari jenis transportasi air (sungai dan laut) yang telah lama "memudar" dalam beberapa kepemimpinan bangsa belakangan ini, jadi harapan kedepan dalam bidang ini adalah "adanya arah menuju kepada kebijakan" yang dapat memperhatikan keberadaan moda transportasi jenis ini (jadi buka kebijakan yang serta-merta) oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan, sehingga dikemudian hari dapat memungkinkan semua sektor beserta sub sektornya pada seluruh wilayah dari negeri tercinta, Indonesia, dapat ter"cover" dengan baik. 

Dari jenis-jenis transportasi diatas, maka jenis yang sudah "umum" dan lazim digunakan oleh manusia selama berabad-abad adalah jenis transportasi darat yang meliputi alat angkutan mulai dari kuda, kereta kuda, delman, sepeda, sepeda motor sampai moda angkutan beroda empat yang lebih modern, yakni “mobil”

Untuk jenis alat transportasi air (laut dan sungai) walaupun tak kalah usianya dengan peradaban manusia hingga saat ini, namun masih kurang populer, kecuali pada skala usaha besar, hal ini dapat terekam dalam relief yang ditemukan di Ibukota Assyrian Dur Sharrukin, 8 abad SM seperti pada gambar diatas yang lebih berfungsi sebagai sarana penjelajah samudera luas untuk mendapatkan daerah-daerah baru yang belum (sedikit) terhuni oleh mausia pada jamannya. 

Nah... karena sejarah perkembangan peradaban manusia lebih kepada kultur budaya hidup manusia yang lebih banyak di daratan, maka alat transportasi air (sungai dan laut) jarang mendapatkan perhatian pada waktu itu hingga hari ini, kecuali bagi negara-negara maju. 

Dan ini dapat dilihat pada masyarakat luas dinegara-negara yang masih menyandang predikat sebagai negara "berkembang", apabila dalam suatu kesempatan ramah-tamah, obrolan selingan "ringan" akan lebih banyak mengupas mengenai moda transportasi darat ini, daripada moda transportasi air (sungai dan laut), bahkan banyak dari kita yang masih merasa naik “gengsi”nya apabila dapat menggunakan salah satu jenis dari moda transportasi yang disebutkan diatas, seperti pada jenis roda dua "sepeda motor" maupun  yang berjenis roda empat “mobil”, hal ini sangat lumrah karena di era modern kini berbagai perusahaan otomotive seperti berlomba menawarkan merek-mereknya beserta keunggulan dari varian produknya masing-masing.

Probelamatika umum transportasi

Pertama; transportasi aman dan nyaman.

Memang… alangkah aman dan tentram apabila kita berkunjung ke saudara, rekan atau sekedar perjalanan piknik di suatu daerah dapat memakai sarana transportasi milik sendiri yang kita sudah "kenal" seluk-beluknya, sehingga rasa kekhawatiran selama perjalanan bisa terkurangi. Hal ini karena kita tidak bisa memungkiri bahwasannya moda transportasi massal yang ada di negeri kita sekarang ini, masih jauh dari kata “layak” untuk sebuah alat transportasi umum yang digunakan dalam membantu memperlancar rutinitas dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia, disamping itu ada beberapa jenis alat transportasi yang usianya sudah tidak “laik jalan” lagi sebagai moda transportasi umum, akan tetapi masih tetap "terpaksa" dioperasionalkan, peristiwa "terjun bebas"nya pesawat Adam Air yang jatuh di perairan Majene, propinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu bukti bahwa dalam pemberian dan pengawasan perijinan masih belum "optimal" pelaksanaan dilapangan, oleh karena itu untuk kedepan perlu adanya pembenahan yang lebih baik dan professional. 

Ini perlu mendapat perhatikan yang lebih baik, agar ada langkah lebih lanjut yang komprehensif agar bidang ekonomi dan kepariwisataan kita dapat lebih "hidup" dimasa mendatang. Hal lain yang patut kita sadari juga bahwa karena belum optimalnya model pengelolaan moda transportasi massal, maka kecenderungan dari masyarakat kita menjadi agak "takut" yang pada ahkirnya menjadi "malas" dalam menggunakan fasilitas transportasi massal (umum) tersebut, ditambah lagi kultur dari budaya masyarakat kita yang masih mempunyai rasa “gengsi” menggunakan transportasi massal (umum) karena akan merasa dianggap dari golongan “kurang mampu”

Dengan permasalahan ini, maka dikemudian hari tidak salah bagi umumnya masyarakat Indonesia, bahwasannya memiliki salah satu atau beberapa moda transportasi yang ada, adalah hukumnya menjadi "wajib" disamping, sebagai "prestige", dan bukti adanya kemajuan jaman dan peradaban manusia di abad  millenium ini. 

Kedua; energy, sumber daya dan prasarana.

Pada sisi lain, yakni mengenai masalah bahan bakar dari sepeda motor, mobil, kapal laut dan pesawat yang hingga kini masih menggunakan bahan bahar yang berasal dari energy fosil atau bahan hasil dari pengolahan minyak bumi. Karena ternyata energy-energy terbarukan seperti penggunaan energy listrik, energy panas bumi serta energy matahari belum begitu familiar pemahamaannya di tengah masyarakat luas, kecuali bagi kalangan terpelajar dan ahlinya. 

Ini juga disebabkan karena tingkat kemajuan technology dalam bidang ini diketahui masih sebatas pada penelitian dan belum optimal dikembangkan pada tingkatan produk massal/skala ekonomis, baik dinegara maju apalagi di negara-negara berkembang, kecuali untuk suply kebutuhan beberapa jenis industri dan skala rumah tangga, seperti energy solar cell dan gas bumi sudah mulai digunakan secara umum pada awal-awal tahun 2000an di negara-negara berkembang termasuk salah satunya adalah negara Indonesia. 

Walaupun berbagai problematika sehubungan transportasi darat sepertinya seiring-sejalan dan senantiasa menghantui, seperti penambahan jumlah ruas jalan yang seperti “mandek” dibandingkan jumlah pertumbuhan alat transportasi yang dimiliki oleh masyarakat, namun jenis sarana transportasi darat ini tidak serta merta ditinggalkan oleh masyarakat luas, malah trennya selalu meningkat terbukti dengan tingkat produksi pabrik yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari pabrik berjenis CKD (Completely Knock Down) maupun industri CBU (Completely Build Up) itu sendiri serta tentu industri pendukung lainnya. 

Dengan dua macam kendala umum seperti tersebut diatas, sekilah kita dapat membayangkan atau memperkirakan bagaimana keadaan moda transportasi darat yang sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat diseluruh dunia dalam rentangan waktu 20 hingga 50 tahun kedepan, apabila energy alternative masih dinilai mahal atau belum ekonomis. Ini kita belum membayangkan pada jenis transportasi air dan udara.

Belum lagi beberapa imbas kecil lainnya yang ada pada jenis moda transportasi darat yang sering kita jumpai dilingkungan sekitar kita, seperti tingkat kemacetan yang senantiasa membawa  kebosanan dalam suatu perjalanan, tingkat kecelakaan yang tidak pernah menunjukan grafik menurun juga tidak lupa kegiatan “antri” bahan bakar yang selalu mengular di hampir semua depo pembelian bahan bakar (SPBU), yang sudah seperti layaknya barisan penerima “zakat” dari sebuah organisasi. 

Karena masalah-masalah sederhana dalam bidang transportasi diatas merupakan masalah krusial, maka perhatian dan peran dari seluruh stakeholder yang ada pada bangsa dan negara kita ini, adalah harus ada penerapan kepada "arah kebijakan" yang dapat mengembangkan sumber daya yang telah tersedia di hamparan negeri bernama "nusantara", karena apabila tidak, maka hari-hari kita akan senantiasa dijejali dengan berbagai macam pemberitaan mengenai kemacetan dibeberapa daerah…belum lagi saat perayaan hari raya keagamaan dan tahun baru, kebutuhan dasar hidup yang semakin menghimpit…. sampah kota yang menumpuk… serta "pesta" demokrasi di negara kita yang silih berganti tiada berputus…(apakah lama periode "waktu" menjabat perlu di tinjau ulang, agar lebih efisien dan efekif dalam hal biaya, waktu serta energy yang tercurah dalam persoalan demokrasi).

Dengan adanya "arah kebijakan" yang "membumi" diberbagai bidang pembangunan termasuk jenis "moda transportasi air" ini, dari para wakil rakyat dan pemerintah (Negara) dalam melaksanakan fungsi dan perannya dalam melancarkan pembangunan hingga ke seluruh pelosok negeri, maka memungkinkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat saling men"sinkronisasi"kan rencana program kerja pembangunan yang dimiliki, yang akan dilaksanakan sesuai dengan keadaan dan potensi wilayahnya masing-masing.

Dengan cara ini pula suatu periode pemerintah tidak akan dapat memanfaatkan masa jabatannya untuk sekedar mencari "simpati" dari rakyatnya dan atau guna me"langgeng"kan kekuasaannya, karena tujuan dari penerapan "arah kebijakan" ini adalah menciptakan suatu system rencana program kerja yang berkesinambungan atau bersifat  "estafet", sehingga negara tidak akan dimanfaatkan oleh segelintir dan atau sekelompok orang, laksana "perusahaan" keluarga yang merupakan warisan dari nenek moyangnya, dengan kata lain "arah kebijakan" ini tidak dapat diterapkan dengan cara "serta-merta" oleh hanya satu maupun dari beberapa masa kepemimpinan seseorang, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkatan lokal/daerah, karena sudah bersifat "regenerasi" dari waktu ke waktu..

Kita harus ingat bahwasannya:

"Hidup ini adalah sebuah proses, jatuh merupakan moment untuk kembali bangkit dan gagal adalah saatnya untuk kembali mencoba, sampai sang Khalik berkenan untuk memanggil 'saatnya berpulang..."

Kemudian sekiranya produk perundangan yang ada masih belum memungkinkan sebagai dasar hukum bagi penerapan moda transportasi yang lebih "efektif" dan "efisien", maka fungsi wakil rakyat sebagai pencipta produk-produk hukum pada suatu negara, dapat diajak duduk bersama, sehingga ada titik temu "sinkronisasi" antara pemangku kebijakan dengan pembuat undang-undang, hanya yang perlu diingat juga bahwa produk perundangan tersebut juga harus bisa meminimalkan "tumpang-tindih" antara produk hukum yang telah disyahkan dengan produk hukum yang akan diundangkan. 

Karena bisa juga terjadi produk hukum yang satu tidak "sinkron" dengan produk hukum yang lain dalam satu permasalahan yang sama, seperti yang baru-baru ini terjadi yakni pada produk hukum penggunaan PNBP, disalah satu undang-undang, penggunaan PNBP harus melalui persetujuan Dewan, disisi lain ada produk hukum yang hanya mengamanatkan hanya melalui Kementrian Keuangan saja, jadi mana yang dipakai? (Acara ILC TV One, beberapa hari yang lalu)

Permasalahan ini, saya sampaikan dikarenakan dalam usahanya mengoptimalkan berbagai macam moda transportasi yang telah ada selama ini, masih belum adanya pemerataan pengembangan dari macam jenis/moda transportasi yang telah ada. 

Sebagai misal untuk moda transportasi air (sungai dan laut) bukanlah cara "alternative" tapi sudah "umum" dan dekat dengan lapisan masyarakat pada umumnya, namun tingkat pengembangannya, benar-benar jauh tertinggal dibandingkan dengan perhatian ke moda transportasi darat. Jadi... misal di andaikan, pengembangan moda transportasi air (sungai dan laut) "tanpa" memperhatikan kajian ilmiah…ini andai dimisalkan…! cara ini sudah terbukti jelas digunakan oleh para leluhur dari masyarakat Nusantara terdahulu, tinggal bagaimana bentuk "transformasi"nya dan type "skala"nya saja pada peradaban dimasa kini yang perlu di "hitung-hitung" kembali oleh para ahlinya (pakar)

Apalagi kita bersama sudah mengetahui bahwasannya transportasi air ini (sungai dan laut) sudah lama diterapkan di negara-negara maju, seperti Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda dan negara-negara bertopografi lahan datar lainnya. 

Ditambah lagi, kita ini (NKRI) adalah Negara agraris “kepulauan” yang dikelilingi oleh perairan yang begitu membentang luas, tentu apabila moda transportasi ini dapat ter"garap" dan lebih dikembangkan atau mendapatkan perhatian dari pemerintah, sudah pasti negeri kita yang alamnya begitu "indah menawan", disertai dengan aneka ragam "budaya lokal" yang tumbuh alami ditengah era "budaya modern", maka sudah tidak dapat dipungkiri, negara kita merupakan sebuah "asset" dan "daya tarik" tersendiri dalam rangka meningkatkan pendapatan "devisa" dari kunjungan para tamu dari negeri-negeri tetangga dengan meng"gema"kan moment "wisata ethnic" sehingga dapat memenangkan sebuah ''kompetisi" sebagai salah satu negara tujuan "wisata" berkelas dunia.

Dengan adanya moda transportasi air (sungai dan laut) yang layak, maka para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan dari mancanegara dapat menikmati keindahan alam yang "eksotik" dari jalur perjalanan moda transportasi air yang "estetik", mulai jenis angkutan yang umum (massal) sampai dengan, misal saya menyebutnya dengan kata “bis air” yang lebih elegan (kapal pesiar ukurannya lebih kecil). 

Jadi, apabila keadaan ini dapat terwujud maka kejadian seperti beberapa tahun yang lalu, yakni ketika di perairan laut pulau Sulawesi kedatangan beberapa "kapal pesiar" kelas dunia yang membawa wisatawan luar negeri guna mengunjungi sekelompok burung langka yang melakukan "migrasi" tahunan yang melewati daerah kepulauan Sulawesi. 

Akan tetapi kapal "wisata" yang kita miliki, ukurannya belum dapat mengakomodasi kebutuhan "wisata" yang ada secara optimal bahkan masih terbilang "langka" keberadaannya, sehingga potensi para tamu devisa tersebut agar betah berlama-lama di hamparan alam nan "gemah ripah loh jinawi" dari "sekeping tanah surga" ini belum bisa terwujud alias negeri nan "eksotik" ini hanya untuk sekedar "numpang lewat" doank. 

Semoga kedepan, seluruh stakeholder masyarakat Indonesia dapat lebih arif bijaksana dalam menyikapi dan melihat semua potensi yang belum ter"garap" secara baik dan optimal ini, apalagi dalam usahanya menuju sebuah untaian kalimat indah "visit indonesian year".

Itulah beberapa kemanfaatan kecil dari moda transportasi air (sungai dan laut) yang saya harapkan sebagai bagian dari seorang warga negara, yang tentu semua warga negara akan berpendapat tidak jauh berbeda.

Coba kita sejenak beralih pada wilayah lain... 

Bagi anda dan atau saudara-saudara kita yang sudah tidak heran lagi dengan tradisi "jala-jalan" ke luar negeri, maka dapat dilihat bahwasanya pada negara-negara dengan topografi berdataran rendah seperti di negara-negara pada benua Eropa seperti telah saya sebutkan diatas, pengelolaan moda transportasi air (sungai dan laut) sudah sedemikian maju dan modern demikian juga pada salah satu kota di negara tetangga terdekat kita, negara bagian Serawak (Malaysia), moda transportasi air disana sudah lebih baik dari yang ada di Indonesia. 

Pada intinya transportasi air (sungai dan laut) "sepertinya" bisa lebih di optimalkan penggunaannya sebagai pendukung moda transportasi massal karena sudah lebih dekat dengan leluhur masyarakat kita, apalagi sudah terbukti di negeri kepulauan Nusantara ini, yang dimulai dari jaman raja-raja dahulu, seperti pada kerajaan Samudera Pasai, Sriwijaya, Sunda Kelapa, Banjar, Bone, Aru dan kerajaan-kerajaan lain di Indonesia, sekalipun kerajaan Majapahit yang pusat pemerintahannya bukan dipesisir pantai, namun telah memperhatikan akan segi ke"maritim"an dari wilayah Nusantara ini. 

Oleh sebab, sudah akrab dan familiar moda transportasi air (sungai dan laut) ini pada masyarakat kita, maka sekali lagi perlu adanya "arah kebijakan" yang lebih memihak kepada dunia usaha, sehingga "moda transportasi air" ini akan terdengar lebih "fresh". Jadi bukan "kebijakan" yang serta-merta diterapkan oleh pemerintah saat ini, namun lebih mengedepankan sifat kebijakan yang ber"estafet" dari para pemimpin yang silih berganti berkuasa. Dengan cara demikian maka kalangan dunia usaha dapat lebih bergairah dalam ber"investasi" diberbagai bidang dan tidak ragu-ragu lagi untuk mengembangkan sayap bisnisnya ke seluruh pelosok tanah air yang ditawarkan oleh pemerintah.

Dengan memperhatikan keberadaan kondisi tata ruang wilayah dan sarana-sarana yang telah ada demikian, maka dapat memungkinkan pengembangan fasilitas penunjang lainnya, dan dengan cara yang demikian pula bagi masyarakat pada tingkatan "akar rumput" dapat berperan serta dalam "mengurai" tingkat kemacetan yang ada sekaligus juga mempunyai efek pada "geliat" pertumbuhan dan peningkatan sektor ekonomi, sosial dan budaya di daerah setempat untuk masa yang akan datang. 

Dengan adanya keluhan mengenai moda transportasi darat yang ada selama ini terjadi, seperti telah disebutkan diatas, yakni seringnya terjadi tingkat kemacetan yang tak kunjung selesai, pada sisi lain arus pengiriman barang dari kebutuhan masyarakat dapat terganggu bahkan terhambat sehingga dapat membebani biaya ongkos pengiriman (biaya operasional) bagi kalangan pengusaha, yang pada akhirnya dapat "melambungkan" harga-harga barang, disisi lain dapat memungkinkan timbulnya kerawanan sosial pada lingkungan kemacetan. Jadi, dengan diperhatikannya pengembangan "moda transportasi air" ini, harapan kami adalah adanya tiga peningkatan kemanfaatan pokok, seperti: 

1. Lebih hemat; 
Pembangunan untuk jenis sarana transportasi air relative lebih kecil karena tidak memerlukan pekerjaan peng"aspal"an jalan ataupun jenis pengecoran jalan, yang diperlukan adalah perbaikan dan pembangunan sarana terminal kapal penumpang dan kapal barang dan penambahan/melengkapi sarana rambu-rambu lalu lintas sungai yang telah ada. 

2. Lebih terjaga; 
Dengan tingkat lalu-lintas yang telah terbagi maka arus lalu-lintas darat dapat lebih stabil, dengan demikian ongkos perawatan untuk jalan-jalan darat relative lebih ringan karena beban angkutan telah terbagi ke moda/sarana angkutan air. 

3. Lebih efektive dan efsien
Dengan lalu-lintas sudah terbagi maka tingkat kepadatan lalu-lintas akan mudah stabil, maka tingkat keefektifan dari waktu, biaya, fikiran dan tenaga yang diperlukan akan lebih efisien. Disamping itu dengan adanya moda transportasi air yang sudah mem"biasa" atau lebih akrab dengan seluruh lapisan masyarakat maka, dapat memper"kecil" perilaku "penjarahan" hasil-hasil laut yang selama ini banyak dilakukan oleh nelayan-nelayan dari negara luar/asing.

Sekiranya rencana program ini mendapat "arah kebijakan" yang jelas dari saat ini, maka dapat di mungkinkan para pemilik moda transportasi air (sungai dan laut) yang selama ini telah lama “nganggur”, dapat dioptimalkan kembali, sehingga akan dapat meningkatkan kegairahan ekonomi pada daerahnya masing-masing dan merasa tidak terpinggirkan dengan para pemilik moda angkutan darat, efek positif lainnya memungkinkan pembukaan lapangan kerja yang lama "tidak produktif" menjadi "produktif" kembali. 

Langkah ini juga dapat meminimalkan sekaligus dapat mengendalikan keinginan "migrasi" dari para pemilik bidang usaha transportasi air (sungai dan laut) ke penyediaan usaha moda transportasi darat, yang pada akhirnya moda transoportasi darat "menjamur" tidak tergunakan secara optimal.

Peran serta Negara dalam hal ini pemerintah guna menjamin bahwa suatu program pemerintah dapat berjalan secara baik dan efektif, adalah diperlukannya adanya model rencana program kerja pemerintah yang berkesinambungan, atau bersifat “estafet” dari masa ke masa periode kepemimpinan negara. 

Dengan cara yang demikian, maka rencana program kerja dan kebijakan pemerintah yang ada pada kepemimpinan yang saat ini dapat diteruskan pada generasi kepemimpinan berikutnya sehingga "sinkronisasi" bidang pembangunan dapat lebih mudah dilaksanakan, karena pada umumnya program-program yang telah dijalankan pada tingkatan pemerintah pusat akan terserap lebih lambat pada tingkatan  pemerintahan disetiap daerah. 

Dengan adanya sinkronisasi rencana program kerja pemerintah antar kepemimpinan yang berkuasa, maka dimungkinkan tingkat keberhasilannya akan terlihat lebih nyata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat luas, rencana program yang tersinkronisasi ini juga dapat meminimalkan tingkat ke"bingung"an yang biasa terjadi pada tingkatan pemerintah terkecil dan atau di masyarakat sebagai pengguna layanan publik karena berganti kebijakan dan minimnya sosialisasi. Karena sosialisai dari rencana program kerja yang baru inipun tentu memerlukan biaya yang tidak murah.

Disamping itu, dalam rangka mengoptimalkan pelaksanakaan rencana program pembangunan, model 'estafet" ini akan mempermudah dimana item-item rencana program dan sub program yang akan dilanjutkan dan rencana program dan sub program yang mana, yang tidak perlu dilanjutkan, sehingga tinggal mencari tahu pada sisi mana rencana program dan sub program yang kurang optimal, serta rencana program dan sub program yang mana yang perlu ditambahkan agar rencana program dan sub program dapat berjalan dan saling melengkapi, jadi tidak perlu membuat "rencana program dan sub program dan kebijakan baru dan tidak sinkron" yang dapat memutus mata rantai dari rencana program pembangunan yang telah dan sedang berjalan saat ini. 

Dengan adanya  gaya kepemiminan seperti ini, bukan berarti pemimpin sebagai pemegang tongkat "estafet" saat ini tidak bisa membuat rencana program pembangunan yang lebih “bagus” akan tetapi merupakan gaya dan model kepemimpinan yang sangat “cerdas”, yang saya yakin masyarakat luaspun akan lebih besar menaruh rasa “hormat”nya, daripada setiap ada pergantian pemegang tongkat "estafet" kepemimpinan akan disertai dengan "pergantian rencana program pembangunan beserta kebijakannya" juga. Ini malah dapat dikatakan sebagai bentuk “arogansi” dan “kesombongan” dari calon pemimpin tersebut. 

Berbekal sedikit pemahaman ini, maka isi artikel saya yang terdahulu, kita tidak lagi bisa merenung dan bertanya “ada apa dengan Indonesia…?” karena salah satu permasalahan pada "akar rumput", satu persatu telah dapat terurai dengan memberdayakan kearifan lokal yang ada dalam usahanya meningkatkan nilai kemanfaatannya diberbagai bidang. 

Dengan cara ini pula, Negara mempunyai nilai tawar kemajuan pembangunan untuk perusahaan-perusahaan Negara sendiri maupun perusahaan-perusahaan PMDN serta bagi perusahaan-perusahaan "otomotive" skala multinasional untuk mengembangkan varian produknya pada "moda transportasi air" di Indonesia, baik dengan berinvestasi langsung maupun “joint venture” pada tingkat pembangunan pabrik maupun pada skala perakitan.

Disisi lain, dunia pendidikan kita akan dapat menambah lebih banyak keanekaragaman penguasaan bidang ilmu saint dan teknologi, sehingga kedepan dapat menciptakan peluang baru bagi dunia usaha maupun penciptaan lapangan kerja baru, baik sebagai mitra kerja pemerintah (Negara), seperti pada skala penelitian dan pengembangannya maupun untuk menunjang dalam pengaplikasian (penerapan) pada industri otomotive untuk kemaritiman, non maritim serta bidang industri kedirgantaraan dari hulu hingga hilir di Tanah Air. 

Dengan salah satu cara ini pula, harapan kita adalah Bangsa Indonesia secara perlahan-lahan dapat sejajar atau setidaknya tidak tertinggal jauh dengan negara-negara maju dalam hal perbaikan moda transportasi air beserta infrastructure pendukungnya yang membumi, dengan memperhatikan alam sebagai salah satu sumber daya yang tersedia, yang diharapkan cocok/sesuai dengan lingkup terkecil dari sebuah lingkungan yang ada. 

Semoga lebih bermanfaat...

Salam hangat.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Moda Transportasi yang Eksotik dan Estetik Rating: 5 Reviewed By: widjaja
×
Judul