Selamat atas tersusun'y dewan komisaris-direksi NKRI Holding....

728x90 AdSpace

Kolamz Post
Theme images by Colonel. Powered by Blogger.
Monday, 25 March 2013

Lagu Merdu dari Kapitalisme, Sosialisme dan Islam

Ih...dilogi atau ideal'ogy...?

Ideologi atau kata mudahnya adalah sebuah paham... Apakah anda sudah paham? . . . :) :) :) %$?!?.

Secara sederhana, ideologi adalah sebuah kumpulan ide atau gagasan yang disertai dengan dasar ilmiah yang melingkupinya dengan penerapan system yang kuat untuk melindunginya.

Seperti sebuah nyanyian lagu dengan group musik ataupun 'solo vokal' yang membawakannya, sebuah "paham" atau ideologi sudah pasti menawarkan berbagai kebaikan/manfaat, keindahan dan kesenangan serta kemudahan didalam systemnya. Namun semua itu, kita harus pandai dan seksama dalam memilah-milah isi yang terkandung didalamnya, dengan cara menggali apa yang ada dibalik "judul" ideologi tersebut atau bahasa ringannya "menyimak" lagu-lagu tersebut ketika didendangkan oleh para pelantunnya.

Dan sebagai masyarakat awam, kita sepertinya sangat berat apabila dilarutkan dalam suatu diskusi dengan topik kata "ideologi" ini, namun demikian tanpa disadari kita semua, baik kaum yang awam maupun kaum yang telah paham, masyarakat luas sebenarnya telah terbiasa dengan kata "ideologi" ini, tapi karena kadar tingkatannya masih dalam tahapan sebagai sebuah "prinsip hidup", maka hal itu seperti kita tidak pernah membicarakan akan kata ideologi ini walaupun pada hakekatnya pengenalan akan kata "prinsip hidup" ini dimulai ketika kita dalam proses beranjak dewasa, yang merupakan sebuah manifestasi ketika seorang manusia telah sampai pada tataran cara berfikir yang lebih dewasa.

Pengertian Ideologi
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide“. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari-hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).

Kata Ideologi pertama sekali diperkenalkan oleh filsuf Prancis Destutt de Tracy pada tahun 1796. kata ini berasal dari bahasa Prancis idéologie, merupakan gabungan 2 kata yaitu, idéo yang mengacu kepada gagasan dan logie yang mengacu kepada logos, kata dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan logika dan rasio. Destutt de Tracy menggunakan kata ini dalam pengertian etimologisnya, sebagai "ilmu yang meliputi kajian tentang asal usul dan hakikat ide atau gagasan"

Pemahaman lain menyatakan bahwa, ideologi berasal dari kata 'idea' (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Kata kerja Yunani, 'oida': mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan.

Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan cita-cita.

Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Tracy (1796), ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.

Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007.

Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008.

Taqiyuddin An-Nabhani: Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi (mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya. Sehingga dalam Konteks definisi ideologi inilah tanpa memandang sumber dari konsepsi Ideologi, maka Islam adalah agama yang mempunyai kualifikasi sebagai Ideologi dengan padanan dari arti kata Mabda’ dalam konteks bahasa arab.

Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi (mabda’). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.

Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).

Ibnu Sina mengemukakan masalah tentang ideologi dalam Kitab-nya "Najat", dia berkata: "Nabi dan penjelas hukum Tuhan serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi kesinambungan ras manusia, dan bagi pencapaian manusia akan kesempurnaan eksistensi manusiawinya, ketimbang tumbuhnya alis mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain seperti itu, yang paling banter bermanfaat bagi kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu sekali."

Ideologi politik
Dalam ilmu sosial, ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Teori komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad 20.

Contoh ideologi lainnya termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, Demokrasi Islam, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.

Kepopuleran ideologi berkat pengaruh dari "moral entrepreneurs", yang kadangkala bertindak dengan tujuan mereka sendiri. Ideologi politik adalah badan dari ideal, prinsip, doktrin, mitologi atau simbol dari gerakan sosial, institusi, kelas, atau grup besar yang memiliki tujuan politik dan budaya yang sama. Merupakan dasar dari pemikiran politik yang menggambarkan suatu partai politik dan kebijakannya.

Berikut ini adalah beberapa kisah yang menggambarkan toko-tokoh dari berbagai ideologi yang dibawanya,

Kematian Presiden Venezuela Hugo Chavez yang ditangisi jutaan rakyatnya menunjukkan (barangkali) ada sesuatu yang pantas diteladani darinya. Dia adalah salah satu tokoh di jaman moderen yang namanya dapat disejajarkan dengan para pemimpin di jaman dahulu yang memiliki kharisma luar biasa. 

Dunia mencatat tokoh-tokoh seperti Mahatma Gandhi, Napoleon Bonaparte, Jeanne d’Arc, Kwame Nkrumah, Sukarno, dan seterusnya. Mereka bukan sekadar pejabat, namun pemimpin yang membawa perubahan besar bagi perjuangan menuju kemerdekaan, keadilan, kesejahteraan. 

Demikian pula Chavez, nampaknya dia bukan tipe pemimpin yang sujud syukur ketika memenangkan pemilihan presiden, namun justru menangis karena dalam hatinya ragu, apakah ia bisa mensejahterakan rakyat yang mempercayainya? Di bawah kepemimpinannya, kekayaan alam Venezuela yang dulu banyak dikuasai Barat, dinasionalisasikan. 

Hasilnya luar biasa, cadangan minyak negaranya mencuat menjadi 298 miliar barrel, dan menggungguli Arab Saudi yang hanya 290 miliar barrel. Dengan kekayaan minyaknya, Chavez membangun infrastruktur yang dibutuhkan rakyat. Padanan Chavez di masa modern ini adalah Presiden Iran Ahmadinejad. Dia juga presiden yang santun. Pernah satu kali kamera TV memergoki jas yang ia pakai ternyata sobek di bagian ketiaknya. Dia sosok presiden yang tidak mau menerima gaji dari negara. 

Sebelumnya Menlu AS Henry Kissinger, juga memutuskan menjadi pengarang buku ketika lengser dari jabatannya. Untuk apa? Untuk membayar utang, katanya. Ketika menjabat dia banyak menghabiskan uang untuk keperluan sosial, sementara gajinya sebagai menteri luar negeri AS tidak mencukupinya. Akibatnya, kini ia harus hidup sederhana. 

Kisah yang sama juga dialami John Gorton, mantan PM Australia (1968-1971) ini jadi bintang iklan General Motors di TV. Rakyat Australia banyak yang marah dan mencibir, tapi Gorton tenang saja: “Lebih baik begini daripada duduk sebagai dewan direksi yang belum tentu halal”. Tebaran contoh-contoh pemimpin dunia tersebut menunjukkan bahwa jika seluruh tenaga dan pikirannya ditujukan untuk rakyat, maka ia akan banyak dikenang dan mampu menggerakkan rakyatnya. Prof. Soepomo pernah memperkenalkan istilah negara integralistik, yang intinya mestinya tidak akan ada perbedaan pandangan antara negara (pemerintah penyelenggara negara) dengan rakyat, karena penyelenggara negara itu atas nama rakyat. Karenanya, pemerintah mestinya seorang pemimpin yang sejati adalah sosok yang mampu menjadi penunjuk ke arah cita-cita bersama yang adil. Dengan demikian ada keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos, serta ada kemanunggalan antara “kawulo” dan “gusti”

Dalam Pembukaan UUD 45, para Founding Fathers dengan jelas merumuskan: “Negara berdiri atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas”

Dari konstruksi rumusan tersebut nampak bahwa Negara bukan perjanjian antar individu (apalagi partai politik) atau perjanjian timbal balik (vertrag), namun merupakan sebuah kesepakatan satu tujuan (gesamt-akt). Akibat lebih jauh, dalam pengertian tersebut tidak ada yang namanya “pemerintah” dan “yang diperintah”, namun yang ada hanyalah rakyat dan “penyelenggara negara atas nama rakyat”. 

Penyelenggara negara atau pemimpin sejati mesti rajin memeriksa denyut nadi masyarakat yang “mempekerjakannya” sebagai pemimpin, dan di ujungnya pemimpin harus memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Agar rakyat dapat digerakkan, harus tidak ada perbedaan yang berarti antara cita-cita rakyat dengan cita-cita para pemimpin. 

Tiga Ideologi besar dunia

 
Kapitalisme
Sistem ekonomi ini muncul sekitar tahun 1776 setelah terbitnya buku yang berjudul ”the wealth of nations” yang ditulis oleh Adam Smith, sehingga Adam Smith pun dianggap sebagai bapak ekonomi kapitalisme. Dalam buku ini mengkritik pandangan dasar dari faham merkantilisme yang telah ada sebelumnya. Dimana faham tersebut memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat tersebut harus ditekan dan dikendalikan oleh negara itu karena akan dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara manusia, sedangkan Adam Smith beranggapan bahwa itu merupakan sesuatu yang salah. Selanjutnya Adam Smith beranggapan bahwa sifat-sifat tersebut tidak boleh ditekan dan dikendalikan oleh negara, sebab sifat-sifat tersebut justru sangat positif karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Sifat egoistis manusia ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Adam Smith beranggapan bahwa akan ada suatu tangan yang tidak kentara (the invisible hand) yang akan membawa perekonomian tersebut ke arah keseimbangan. 

Lebih jauh lagi nantinya segala sesuatu akan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas yang mana semua orang baik kaya atau miskin, besar atau kecil semua saling bersaing untuk menguasai pasar, sehingga dampak yang timbul adalah adanya ketimpangan GAP (pendapatan) antara yang kaya dan yang miskin. Dimana orang yang bermodal besar akan selalu menang, sedangkan yang bermodal kecil akan semakin tersingkirkan dari persaingan bebas tersebut, tidak ada batasan-batasan kepemilikan karena selama barang itu bisa diperjualbalikan dan memenuhi faktor produksi maka itu menjadi boleh untuk dimiliki,sehingga wajar jika banyak sumber-sumber daya alam seperti pertambangan yang dimiliki oleh individu dan dinikmati pula oleh individu pula, sehingga tak heran bila sistem ekonomi ini dinamakan sistem kapitalisme dengan mengacu pada kata dasar capital dari bahasa inggris yang berarti modal, dengan kata lain sistem ekonomi ini diperuntukkan bagi para kaum pemilik modal/kapitalis.

Sosialisme: 
Sistem ekonomi ini didirikan oleh Karl Marx seorang tokoh sosialis yang sangat tidak setuju dan keras mengkritik terhadap sistem ekonomi kapitalisme. Dalam kritiknya Karl marx berangkat dari asumsi-asumsi dasar sistem ekonomi kapitalisme yakni 
  1. Surplus labor and value theory, bahwa nilai suatu barang tidak seharusnya dilihat dari tenaga kerja yang telah dikorbankan untuk menghasilkan barang tersebut, karena dalam sistem ekonomi kapitalisme sebenarnya seorang majikan tidaklah pernah terlibat dalam proses produksi, sang majikan hanya cukup duduk dan memerintah para karyawannya untuk bekerja dan dialah yang menikmati hasilnya. Pekerja hanya dianggap sebagai bagian dari komponen biaya produksi yang cukup dengan memberinya upah saja. Maka dari itu sesungguhnya telah terjadi kedzaliman dalam sistem ekonomi kapitalisme. 
  2. The law of capital accumulations, mengenai hal ini Karl Marx beranggapan bahwa dalam persaingan bebas perusahaan yang besar akan senatiasa ”memakan” perusahaan kecil oleh karena itu jumlah majikan akan semakin berkurang dan sebaliknya jumlah kaum buruh akan semakin bertambah, demikian pula jumlah perusahaan akan semakin sedikit namun akumulasi kapitalnya akan semakin besar. Intinya dalam sistem ekonomi sosialis ini Karl Marx memberikan beranggapan bahwa sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekononomi yang dzalim dan tidak mensejahterakan rakyat secara keseluruhan tetapi justru menciptakan gap antara para kaum kapitalis/pemilik modal dengan kaum yang tidak memiliki modal. Disini Karl Marx memberikan solusi radikal yakni dengan adanya penghapusan kepemilikan individu dengan demikian pola produksi yang adil akan tercipta yaitu kepemilikan bersifat kolektif, produksi bersifat kolektif, penjualan bersifat kolektif dan pembagian keuntungan pun bersifat kolektif.

Kembali kepada Chavez, konon ia juga dikaitkan dengan kaum sosialis yang sangat dibenci Barat. Bahkan ada khabar kematiannya diracun oleh AS. Sosialisme adalah paham yang mencoba mengoreksi paham kapitalisme yang lebih dahulu lahir. Kalau kapitalisme lebih dikonotasikan keserakahan, karena alat-alat produksi bebas dikuasai segelintir orang, maka sosialisme ingin mengoreksi dengan jalan menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil produksi secara merata. 

Dalam sistem kapitalisme pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Kata Adam Smith, nanti akan ada invisible hand atau tangan-tangan yang tak kelihatan dalam menertibkan pasar. Namun kenyataannya, pemerintah pun tidak dapat melakukan intervensi pasar. Justru pemerintah, seringkali berada dalam pusaran “calo” kapitalisme inti, baik untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. 

Penguasaan sumberdaya alam, relokasi pabrik, dan praktek-praktek perdagangan selalu dikontrol dari pusat kapitalisme inti. Keuntungan dan sumber-sumber kekayaan disedot habis-habisan ke mereka, sementara rakyat berada dalam posisi marginal. Karenanya, pusat kapitalisme inti selalu campur tangan dalam setiap pemilihan kepala negara. Untuk melemahkan satu negara banyak cara yang mereka tempuh, tergantung “kebudayaan kekuasaan” suatu bangsa. Bangsa-bangsa yang pemerintahnya lembek akan mudah di brain washing, lewat serbuan media massa, intel-intel yang memecah belah bangsa, bahkan konon ada lembaga internasional yang tugasnya “mbujuki” para pejabatnya untuk doyan korupsi. Tujuannya agar ada posisi tawar dan lemah pemerintahannya. Kasus sapi impor, Century, jatuhnya Bung Karno, dan seterusnya jelas terkait dengan kapitalisme inti. Lewat diplomasi kebudayaan pun, Barat mampu menguasai kita, lewat restoran cepat saji, gaya hidup, budaya ngepop,dan sebagainya. 

Dalam perjalanannya, ternyata kedua ideologi kapitalisme dan sosialisme memakan banyak korban. Ide utama kapitalisme seperti “modernisasi”, “pertumbuhan”, “efisiensi”, “beranak-pinaknya modal”, “teknologi”, dan seterusnya, banyak membawa korban karena adanya kesenjangan sosial, ketidakmerataan, kemiskinan, baik karena monopoli, oligopoli dan sebagainya, sampai akibat stabilitas politik yang sangat ketat. 

Sebaliknya dalam ideologi sosialisme ide “revolusi” perjuangan kelas, juga banyak membawa korban manusia. Janji masa depan yang cerah yang bakal terjadi, dibayar dengan penderitaan, teror, dan perang. Janji Kedua ideologi itu hanya mitos semata dan tidak ada bukti sama sekali. Peter L. Berger berpendapat harus ada usaha demitologisasi, agar ada cara pandang yang baru dan akan memungkinkan suatu pendekatan yang realistis dalam pengambilan kebijaksanaan politik. 

Mestinya dalam setiap pembangunan, terlepas dari ideologinya, harus ada partisipasi. Setidaknya ada dua imperatif etis, yaitu bahwa manusia berhak atas partisipasi, dan manusia juga berhak berpartisipasi yang mencakup segi kognitif. Jadi, manusia berhak untuk ikut serta dalam menafsirkan dan memaknakan dunia dan kenyataan yang ia hadapi. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka tak pelak lagi bahwa pembangunan akan sangat berjarak dengan manusianya. Artinya rakyat hanyalah sekadar sasaran kebijakan politik, sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi, bukan saja dalam mengambil keputusan-keputusan khusus, tetapi juga dalam merumuskan definisi-definisi situasi yang merupakan dasar dalam mengambil keputusan-keputusan tadi, partisipasi ini bisa disebut partisipasi koginitif.” 

Kritik yang lain datang dari Andre Gunder Frank. Dalam bukunya yang diberi label Capitalism and Underdevelopment in Latin America, ia percaya bahwa kapitalisme, baik yang global maupun yang nasional, adalah faktor yang telah menghasilkan keterbelakangan di masa lalu dan yang yang terus mengembangkan keterbelakangan di masa sekarang. Dengan demikian, keterbelakangan bukan suatu kondisi alamiah dari sebuah masyarakat. Bukan juga karena masyarakat itu kurang modal. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi, politik dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme. Keterbelakangan di negara-negara pinggiran yang oleh Frank disebut sebagai negara satelit adalah akibat langsung dari terjadinya pembangunan di negara-negara pusat yang disebutnya sebagai negara-negara metropolis dan negara-negara satelit. 

Bagaimana dengan Islam? 
Dalam pandangan saya, kesalahan ideologi "kapitalisme" dan "sosialisme" dapat dikoreksi oleh ideologi "Islam". Letak kesalahan kedua ideologi itu karena tidak menempatkan Allah SWT sebagai hal yang primer. Dalam ajaran Islam, mencari harta bukan tujuan namun akibat dari kerja keras (jihad). Dengan kata lain, dalam Islam silakan jadi ”kapitalis”, namun itu bukan tujuanmu. Justru manusia diturunkan untuk menjadi khalifah yang memanajemen alam semesta, namun semua harus kembali kepadaNya. 

Bekerja keras justru dianjurkan, dan pasti Allah akan memberikan ”bonus” berupa harta. Namun Allah juga mengajarkan bahwa harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sejati, yakni Allah SWT. Bagaimana caranya? Allah sudah memberi metode, yakni manusia diperintahkan membayar zakat. Dengan kata lain, bekerja keras itu justru untuk memayu hayuning bawono, dan bukan untuk kepentingan pribadi. Logikanya, semakin bekerja keras, akan semakin banyak hartanya, dan akan semakin sejahtera pula alam sekitarnya karena ada distribusi yang lebih banyak. Ini adalah metode dialektika yang sangat indah. Jadi kepemilikan dari "materi" dunia, bukan sebagai "tujuan akhir" dalam hidup atau yang biasa kita lihat adalah perilaku "acting" dan atau sifat "adigang-adigung-adiguna", namun semua itu hanyalah sebagai "sarana/alat" untuk menuju hidup yang benar-benar "abadi" sesuai dengan yang telah digariskan olehNYA.

Zakat juga tidak dibatasi oleh aturan “fiqh” belaka yang hanya 2,5% itu, namun Allah menganjurkan manusia untuk menggunakan akal dan nuraninya, bahwa aturan itu hanya sekadar metode “teatrikal”. Dalam hal ini Allah sudah menyebut dan menjanjikan bahwa derajad manusia hanya diukur dari ketaqwaannya. Kalau manusia sudah sampai ke tataran taqwa, maka ia tidak lagi bekerja pada tataran akal dan hukum fiqh belaka, namun hati. Ia pasti tidak akan terpaku pada angka 2,5%, namun bisa jadi 10%, bahkan 90% hartanya dizakatkan. Dalam ajaran ini seakan manusia diperintahkan agar hobby-nya “mengejar harta” yang tidak untuk dinikmati secara pribadi, namun dikembalikan kepada Allah lagi. 

Ideologi kapitalisme baru berlaku pada tataran tujuan hidup manusia yang paling dasar, dan bukan tujuan hidup yang sejati. Tujuan mendasar terus berubah sehingga manusia tidak akan bahagia. Kisah Michael Jackson, Elvis Presley, Whitney Houston, dan beberapa konglomerat dunia yang "memilih" mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat-sangat mengenaskan, adalah bukti bahwa harta tidak dapat membahagiakan. Jika hanya berhenti pada tujuan dasar, maka akan semakin haus harta karena lingkungan terus berubah dan terus menuntut untuk dipenuhinya. 

Mereka belum sampai pada tataran menggapai hidup yang sejati yang dalam Islam disebut menggabungkan diri kepada keesaan Allah. Orang yang sudah berhasil ke arah ini, maka akan tetap bekerja keras, namun kerja kerasnya itu ditujukan untuk Allah. Jika orang sudah sampai tataran ini, pasti dia akan menggunakan harta yang ia cari dengan keras itu untuk tujuan menggabungkan diri Allah. Konkretnya, pasti ia akan membelanjakan hartanya di jalan Allah, diantaranya untuk menyantuni fakir miskin, yatim piatu dan tujuan sosial lainnya. 

Sejarah menunjukkan bahwa pada zaman Nabi lahir, Mekkah menjadi pusat kapitalisme, yakni terbentuk karena proses korporasi antar suku, yang menguasai dan memonopoli perdagangan kawasan Bizantium. Watak kapitalisme yang mengakumulasikan kapital dan memutarnya demi keuntungan yang lebih besar ini, berjalan melawan norma suku-suku di Semenanjung Arab pada saat itu. Akibat dari budaya kapitalisme tersebut, lahirlah ketimpangan dan kesenjangan sosial di Mekkah, yakni semakin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin. 

Jelas bahwa perlawanan terhadap Muhammad oleh kaum kapitalis Mekkah, bukan hanya masalah teologis belaka, namun karena ketakutan terhadap doktrin egalitarian yang dibawakan oleh Muhammad serta ketakutan terhadap konsekuensi sosial ekonomi, dari doktrin Muhammad yang melawan segala bentuk dominasi ekonomi, pemusatan dan monopoli harta. Contohnya, Abu Jahal dan Abu Lahab membenci Muhammad juga bukan karena masalah teologis, namun juga untuk merebut ”tambang emas” saat itu yakni sumber air zamzam yang dikuasai nenek moyang Muhammad. Dalam Islam, “kapitalisme” yang tidak ditujukan kepada Allah wujud konkretnya adalah menumpuk-numpuk harta.

Dalam Surat Al Humazah ayat 1-4. Dimana dikatakan: Celakalah, azablah untuk tiap-tiap orang pengumpat dan pencela. Yang menumpuk-numpuk harta benda dan menghitung-hitungnya. Ia mengira, bahwa hartanya itu akan mengekalkannya (buat hidup di dunia). Tidak, sekali-kali tidak, sesungguhnya dia akan ditempatkan ke dalam neraka (hutamah). 

Dalam Islam di dalam hartanya terdapat harta orang lain. Kalau kapitalisme mengeksploitasi buruh, dan sosialisme hendak melawannya dengan meniadakan antarkelas, maka dalam Islam buruh itu kekasih Allah dan harus dibayar sebelum keringatnya kering. Dalam surat Al An’am ayat 145 mengatakan haram memakan darah yang mengalir atau menghisap atau memeras tenaga kerja orang lain untuk keuntungan dirinya. Dalam surat Al Baqarah ayat 188 dengan tegas mengatakan: “Janganlah sebagian kamu memakan harta orang lain dengan yang batil (tiada hak) dan (jangan) kamu bawa kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang dengan berdosa, sedang kamu mengetahuinya”. 

Islam juga menganut “ideologi” tanpa kelas. Dalam surat Al Mukminun ayat 52 mengatakan:  

“Sesungguhnya ini, ummat kamu, ummat yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu takutlah kepada Ku”.

Semua manusia sama derajadnya di hadapan Allah, dan yang membedakan hanyalah taqwanya dan bukan harta bendanya. Sialnya manusia hanya menganggap agama sebagai simbol formalisme yang dikejar lewat dogma beku dan klaim-klaim kebenaran yang tidak membumi. Seolah-olah itulah tiket ke surga jika sudah menjalankan ibadah mahdoh. Padahal Islam bisa “dimanfaatkan” untuk mensifati apa saja, termasuk ideologi kapitalisme dan sosialisme

Nah... dimana anda sekarang berdiri, pilihlah pilihan anda dengan bijak karena tiap-tiap individu telah diberi hak untuk menentukan pilihannya.

Semoga lebih bermanfaat...

Salam hangat.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Lagu Merdu dari Kapitalisme, Sosialisme dan Islam Rating: 5 Reviewed By: widjaja
×
Judul