Gaya hidup…
Atau hidup ber'gaya...?
Kata ini merupakan impian setiap manusia di muka bumi ini, karena kalau kita mengucapkan kata “gaya hidup" atau bahasa gaulnya life style” tentu yang ada dalam pikiran setiap orang adalah cara hidup dari para jet set, kaum borjuis
serta para pemilik sekaligus pengendali perusahaan multinasional yang
asetnya bisa melebihi APBN suatu Negara atau lebih dari satu Negara.
Yang tentu hari-harinya dipenuhi dengan beragam aktifitas tingkat tinggi
plus fasilitas seperti kesenangan, keceriaan dan tentu lekat dengan
suasana kemewahan.
Padahal "gaya hidup" berlaku juga bagi kaum marjinal, namun sepertinya kurang pas apabila kata ini dirangkaikan, betul g....?
Sebenarnya yang menjadikan kata
“gaya hidup” atau dalam bahasa asing adalah kata "life style"
mempunyai konotasi serba enak adalah adanya kata “gaya” Menurut arti bahasa,
gaya adalah suatu besaran yang membuat benda bergerak, kata ini biasa ada pada
Ilmu-ilmu Alam, namun apabila bersentuhan dengan kata sifat maka akan bermakna
lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) "Gaya hidup" adalah: pola
tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Dan secara
umum "Gaya hidup" adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas,
minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan
status sosialnya.
Dari
uraian diatas tentu kata gaya akan lebih dekat dengan hal-hal yang
menyenangkan dan sepertinya sangat jauh dengan arti kata yang “apa adanya” atau dalam istilah pada budaya orang-orang jawa adalah ”nrimo ing pandum” walaupun ini juga termasuk kedalam kategori "gaya hidup"
namun karena sebuah bahasa yang dikemas dalam peradaban manusia, dan
sudah menjadi naluri setiap manusia bahwa hidup harus semakin
baik/berkualitas, namun pada aplikasinya masih banyak kita temui dan "mungkin juga diri kita", bahwa umumnya dari kita lebih mementingkan lahiriah (penampilan) yang "keren" dari pada mengutamakan isi dari bathiniah/jiwa yang berkualitas.
Benar dan tidaknya, mari saling introspeksi diri...
Kembali ke “gaya hidup” atau "life style"
apakah anda pernah memperhatikan sisi lain dari para pemilik gaya hidup
yang seharusnya mereka nikmati ataukah hanya berpedoman dengan sisi
lain yang sering ditampilkan dalam acara-acara layar kaca di rumah anda,
kalau ya…dan anda masih berkiblat dengan satu cara, coba perhatikan
lingkungan tempat anda berada. Ternyata kita harus lebih jeli lagi,
Karena hal "sepele" yang sering dilakukan oleh orang tua-tua kita
dahulu juga dipakai oleh orang-orang sukses yang kelasnya dunia. Jadi,
jangan bayangkan gaya hidup semua miliarder dunia penuh dengan
kesenangan dan kemewahan. Ada beberapa orang kaya yang senang hidup
sederhana dan menjauhi foya-foya. Tak jarang mereka melakukannya dengan
cara ekstrem, seolah-olah tak memiliki uang sama sekali.
Dalam harian Business Insider mengabarkan, para "miliarder hemat" itu tak senang bepergian dengan jet mewah atau yacht. Mereka juga enggan tinggal di mansion mewah atau ranch
yang sangat luas. Kediamannya mirip orang-orang biasa, hidup seperti
orang biasa dan berbelanja secukupnya seperti orang biasa.
Siapa saja para miliarder hemat itu?
1. Warren Buffett, CEO Berkshire Hathaway
Kekayaan: US$ 46 miliar
Buffet
hingga kini masih tinggal di rumah lamanya, di Omaha, Nebraska. Rumah
itu dibeli seharga US$ 31.500 pada dekade 1960-an. Buffet juga tak
memiliki yacht karena merasa tak mampu membiayai operasinya. Duitnya
yang segudang malah disumbangkan untuk amal. Yang paling ekstrem, Buffet
meminta pemerintah menaikkan pungutan pajak pribadinya. Wah!
2. Mark Zuckerberg, CEO Facebook
Kekayaan: US$ 9,4 miliar
Sebagai
otak di belakang Facebook, Zuckerberg memiliki kekayaan yang selangit.
Namun pria 28 tahun ini masih bergaya hidup sederhana. Zuckerberg kerap
tampil dengan kaus abu-abu dan sweater yang sama. Dia juga hanya
mengendarai sedan Acura kelas menengah yang dipilih lantaran memiliki
fitur keamanan yang cukup. Satu-satunya belanja mahal Zuckerberg adalah
rumah US$ 7 juta di Palo Alto. Halaman rumah itu digunakan untuk
berbulan madu setelah menikah dengan Priscila Chen.
3. Ingvar Kamprad, CEO IKEA
Kekayaan: US$ 3 miliar
Meski
gerai belanja IKEA sudah mendunia, gaya hidup Kamprad masih
"biasa-biasa" saja. Dia mengendarai sendiri sedan Volvo keluaran 1997
dan pergi ke luar negeri dengan pesawat kelas ekonomi. Rumahnya di Swiss
pun hanya diisi barang-barang murah yang dijual di toko IKEA.
4. Carlos Slim HelĂș, CEO Telmex
Kekayaan: US$ 69 miliar
Helu
adalah orang terkaya di dunia sepanjang 2010 - 2012. Namun dia bukan
tukang belanja. Rumahnya yang dibangun 30 tahun lalu hanya memiliki enam
kamar. Perabotannya pun sama dengan rumah lain di Meksiko. Hingga saat
ini, Helu masih menyetir mobil sendiri ke kantor.
5. Amancio Ortega, Bos Zara
Kekayaan: US$ 57,5 miliar
Baju-baju
Ortega ternyata tak semewah busana Zara yang dirancangnya. Dia hanya
mengenakan blazer biru yang sama setiap hari. Ortega dan istrinya pun
tinggal di sebuah apartemen umum di La Coruna Spanyol. Untuk makan
sehari-hari, dia hanya mengandalkan kantin pabrik Zara.
Kalau mereka mempunyai gaya seperti ini, bagaimana dengan gaya anda dalam menikmati isi dunia…?
Apakah anda masih bisa lebih santun dan lemah lembut kepada sesama...
Ataukah anda masih selalu bersifat “adigang-adigung-adiguna”
Dalam semua bidang, apakah anda tidak mengenal istilah “diatas langit, masih ada langit”
Tentu semua kembali pada diri kita masing-masing…
Dan harus sadar bahwa, setiap orang mempunyai ciri dan
karakter sendiri dalam menjalani jalannya hidup, hidup ini adalah
pilihan…
Walaupun
demikian kita harus menyadari bahwa masih banyak dari saudara-saudara
kita yang jalan hidupnya masih jauh dari kelayakan yang seharusnya,
walaupun tentu semua individu telah mempunyai standar hidup (gaya hidup) yang menjadi tolak ukur tapi, apakah anda akan terlena dengan kemegahan dan kemewahan semu.
Apakah
kita belum cukup dengan berkaca ke sebagian kecil dari para pemilik
dunia yang telah disebutkan diatas, apakah kita akan meniru dengan
tradisi raja-raja dan kaum bangsawan dahulu (baik raja kecil maupun raja besar) yang nilai kekayaannya merupakan warisan turun temurun melalui garis keturunan, tentu semua pilihan ada pada diri anda.
Penulis
sendiri berpedoman bahwa semua yang kita miliki hanyalah sebagai
prasarana saja, tidak lebih, karena dunia beserta isinya bukanlah "tujuan akhir" dalam hidup tapi kita harus bisa untuk menggenggamnya, walaupun
secara nilai, belum tentu berarti dimata orang.
Selamat...bagi anda yang hari ini masih bisa bersyukur Kehadirat Tuhan Yang Esa.
Salam hangat…
0 komentar:
Post a Comment