Big Bang...atau Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar adalah salah satu teori yang membahas tentang asal mula alam semesta yang begitu populer dan diyakini oleh banyak ilmuwan sebagai teori yang masuk akal dan sesuai dengan hukum-hukum alam yang ada saat ini.
Adalah Georges Lemaître (1894-1966),
seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan
dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai
"hipotesis atom purba" (1927). Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein (1879-1955) dan beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann (1888-1925), adalah seorang fisikawan dan matematikawan Rusia.
“Apa yang diketahui adalah terbatas,
yang tak diketahui adalah tidak terbatas, secara rasional kita berdiri
di atas pulau kecil di tengah lautan tanpa batas yang tidak dapat
dijabarkan.” begitu pepatah ilmuwan Inggris, Thomas Henry Huxley (1825-1895)
Setiap
gunung, sungai, dan lembah, semua binatang dan umat manusia yang dulu,
sekarang dan yang akan terjadi di masa depan, mereka semua pada suatu
ketika pernah menyatu dalam sebuah titik api kecil. Itu adalah suatu
titik yang memiliki kepadatan yang tak terbatas, sehingga daya imajinasi
kita ini mungkin tidak akan pernah mampu memahaminya sama sekali.
Jutaan milyaran ton materi yang digabungkan dengan energi yang besar
dari alam semesta, mulai mengembang dan pecah dalam suatu ledakan
mahabesar sekitar 20 milyar tahun yang lalu.
Dibandingkan
dengan Big Bang (Ledakan Besar), maka suara ledakan dari bom atom yang
dianggap paling dahsyat oleh manusia, hanyalah seperti suara nyamuk yang
terjatuh di tanah pada sisi lain dari planet bumi. Pengembangan yang
konstan dari semua yang ada itu telah merubah alam semesta menjadi sup
plasma, secara berangsur-angsur bertransformasi ke suatu kondisi yang
terus meningkat, yang hampir sama dengan apa yang kita ketahui saat
ini.
Kemudian
materi ini lambat laun mendingin, membentuk quarks pertama, elektron,
dan proton. Ratusan, ribuan tahun telah lewat, dan elektron dan nukleus
bergabung membentuk atom, dan setelah itu, quasar, bintang, sekelompok
galaksi, dan semua itu adalah alam semesta yang sudah kita kenali.
Di
luar semua informasi yang didapat bertahun-tahun lewat penyelidikan
ilmiah, maka fase alam semesta pada momen-momen pertama setelah ledakan
hebat itu masih saja menjadi bahan perdebatan sengit.
Berbagai
macam teori yang hanya berkutat dalam lingkup ilmu pengetahuan, bagai
sedang mengurai benang kusut, saat mereka mencoba menjelaskan masalah
keadaan quantum khusus pada fase primitif, peristiwa paling awal dari
Big Badaboom. Hingga kini masih tidak ada satu pun jejak fisik yang
meyakinkan yang dapat menjelaskan 10-33 detik pertama dari alam semesta
itu.
Bila
kita ingin mencoba memahami awal mula peristiwa ledakan penting ini,
bahkan lebih kompleks. Semakin banyak yang kita tahu penyebab pasti dari
setiap peristiwa dan secara berangsur-angsur pula kita menyadari bahwa
sesuatu itu pasti memiliki penyebabnya, alasan dibalik mengapa alam
semesta diciptakan, akan menjadi suatu teka-teki yang lebih besar lagi mengungkap kebenaran yang terakhir.
Big Bang, Big Crunch, dan Siklus Tak Terbatas
Satu
teori yang dikemukakan untuk menjelaskan asal mula yang paling mula
adalah Oscillating Universe (Pergerakan Alam Semesta). Banyak ilmuwan
memperkirakan bahwa materi yang terkandung dalam alam semesta adalah
cukup untuk mencapai suatu gaya gravitasi yang kuat, cukup besar untuk
menghentikan pemuaian yang lebih lanjut, dan memulai suatu saat yang
telah ditentukan dalam sejarah, membalikkan proses tersebut.
Menurut
teori ini, kontraksi yang konstan pada keseluruhan alam semesta akan
memuncak pada titik primordial, suatu fenomena yang dijuluki Big Crunch
(Derakan Besar). Dari saat ini (secara teoritis tentunya) alam semesta
secara harafiah akan tetap berjalan dengan cara yang sama, dengan adanya
satu Big Bounce (Lambungan Besar), dikatakan sebagai, sebuah Big Bang
yang baru.
Teori
ini membawa kita pada pertanyaan: apakah rangkaian peristiwa luar biasa
yang menguasai siklus atas segala sesuatu dalam alam semesta ini
(kebangkitan-kemerosotan-kehancuran) akan terulang terus selamanya, dan
apakah akan terus mengikuti pola yang sama, kembali pada masa lampau
yang jauh.
Walaupun
teori "Oscilatting Universe" pernah ditolak sebagai ganti dari model alam
semesta yang lain, tapi penelitian yang dilakukan baru-baru ini lebih
mempercayai kebenaran teori ini. Peneliti dari Penn State University,
menggunakan perhitungan gravitasi kuantum, telah berspekulasi tentang
sejarah kemungkinan adanya alam semesta sebelum Big Bang.
Menurut
perhitungan ini, sebelum Big Bang, memang telah ada suatu keadaan ruang
waktu yang sama seperti yang kita miliki, hanya saja ia mengalami
tahapan kontraksi. Diperkirakan bahwa gaya gravitasi menarik alam
semesta ke dalam sampai mencapai titik dimana properti kuantum ruang
waktu menyebabkan gravitasi menjadi semakin padat, dan menciptakan Big
Bang yang diperkirakan saat ini akan kita alami.
Bisa
jadi variasi dari kosmologikal konstan alfa, suatu fakta aneh yang
telah diungkap ilmuwan beberapa tahun ini, berhubungan dengan materi
pada alam semesta sebelumnya. Nilai abstrak (alfa) ini yang dipakai
sebagai parameter dalam hukum universal yang membolehkan atom tetap
berada pada keadaan menyatu, yang sekaligus juga menggaris bawahi hukum
kimia yang telah kita pahami tidak serupa dengan apa yang kita harapkan
dari alam semesta yang tua ini.
Menurut
nilai alpha saat ini, alam semesta seharusnya 14 milyaran tahun lebih
tua, dan materi seharusnya lebih memancar daripada kondisi yang terkesan
saat ini.
Meski
begitu, teori siklus ini dapat menjelaskan dengan baik keganjilan dari
kestabilan alfa ini. Paul Steinhardt dari Universitas Princeton dan ahli
fisika tafsir Neil Turok dari Universitas Cambridge, Inggris, percaya
bahwa ia telah eksis sebelum alam semesta kita, tentunya masih ada cukup
waktu bagi nilai terukur sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Membangun
ide mereka dari perspektif teori String dan teori M, Turok dan
Steinhardt (2001) berpendapat bahwa Big Bang sebetulnya bukanlah suatu
kejadian yang unik, tetapi hanya merupakan akhir dari sebuah garis
panjang tabrakan-tabrakan, yang muncul secara periodik ketika pemuaian
alam semesta telah mencapai limitnya.
Asal mula yang hebat dan keterbatasan sains
Seandainya
teori tentang alam semesta yang mengalami siklus berulang-ulang telah
terbukti, atau bila kita telah menemukan bahwa dunia kita berasal dari
Big Crunch yang terjadi sebelumnya, tetapi asal mula dari siklus
ledakan-ledakan dan kontraksi-kontraksi yang tak terbatas itu akan tetap
merupakan misteri.
Model
dari siklus kosmik yang diutarakan dalam Big Bounce tidak memiliki
titik akhir, tapi tidakkah ia memiliki sebuah awal? Apakah asal mula ini
menjadi sebuah garis pembatas antara sains dan religi? Apakah faktor
“keTuhanan” yang akhirnya akan menggarisbawahi asal mula ruang dan
waktu, ataukah suatu hari nanti kita akan mampu menjelaskan segala
sesuatu, dan penyebab Big Bang, dengan cara yang sepenuhnya berbau
sains?
Iptek
jaman sekarang telah menuntun kita pada perhitungan-perhitungan yang
hasilnya mendekati unsur-unsur pokok dari Big Bang. Tetapi, di luar
perhitungan-perhitungan yang makin rumit ini, apakah kita benar-benar
telah menjadi lebih tahu dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
Masih
ada kemungkinan yang amat besar bahwa manusia tidak akan pernah boleh
tahu akan kebenaran sejati. Dan meski banyak ilmuwan yang percaya bahwa
alam semesta yang kita huni tidak mungkin mengandung apapun yang
melebihi hal-hal yang dapat dijelaskan secara sains, tetapi pada suatu
waktu nanti umat manusia adakalanya akan menyerah pada godaan dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan pada diri mereka sendiri, atas apa
yang dapat menyebabkan sesuatu terjadi.
Dalam Al Quran, Allah berfirman : “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS
Al-Anbiya’ : 30)
Dari bunyi ayat tersebut diatas, kemudian kita pahami sebagai teori Big Bang (Dentuman Besar ) … “ Seluruh materi dan energi dalam alam semesta pernah bersatu
membentuk sebuah bola raksasa. Kemudian bola raksasa ini meledak
sehingga seluruh materi mengembang karena pengaruh energi ledakan yang
sangat besar.”
Kata “ratq” yang di Surat Al-Anbiya 30 diterjemahkan sebagai “suatu
yang padu” digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk
suatu kesatuan. Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah
terjemahan kata Arab “fataqa”, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi
ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari “ratq”.
Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah
satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam
ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat “fatq”.
Keduanya lalu terpisah (“fataqa”) satu sama lain. Menariknya, ketika
mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa
satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.
Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk “langit dan bumi” yang
saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang
masih berada pada keadaan “ratq” ini. Titik tunggal ini meledak sangat
dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk
“fataqa” (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan
dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Perhatikan juga kalimat : “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan
bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan
air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air,
mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai
penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian
satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini baru
terjadi di abad ke-20. Sedangkan Al-Quran diwahyukan 1400 tahun yang
lalu.
Perhatikan juga firman Allah …
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang
secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan
menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon
yang sedang ditiup.
Teori Big Bang didukung oleh beberapa penemuan mutakhir. Pertama,
penemuan Edwin Powell Hubble (1889-1953), astronom kebangsaan Amerika Serikat di
observatorium California Mount Wilson tahun 1924-1929. ketika Hubble mengamati
bintang-bintang diangkasa Melalui teleskop raksasanya, ia mendapati
spectrum cahaya merah diujung bintang-bintang tersebut.
Menurut teori fisika yang sudah diakui, spectrum cahaya
berkelap-kelip yang bergerak yang menjauhi tempat observasi cenderung
mendekati warna merah. Pengamatan tersebut memberi kesimpualan bahwa
berbagai galaksi saling menjauh dengan kecepatan sampai beberapa ribu
kilometer per detik. Hal ini berarti bahwa alam sedang berekspansi
(meluas/melebar) atau dikatakan bahwa alam bersifat dinamis.
Kedua, hasil hitungan cermat Albert Einsten (1879-1955) yang menyimpulkan bahwa
alam semesta dinamis, tidak statis artinya alam semesta terus
berkembang. Meskipun pada mulanya terimbas gagasan bahwa alam itu
statis, lalu mengembangkan formula matematisnyanya dan berusaha
melukiskan bahwa alam benar-benar statis, namun hal itu justru
menggambarkan bahwa alam itu dinamis.
Ketiga, pada tahun 1948, George Gamov (1904-1968) berpendapat bahwa setelah
ledakan dahsyat ini akan ada radiasi yang tersebar merata dan melimpah
di alam semesta, radiasi tersebut dinamai radiasi kosmos. Hal ini
ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson pada tahun 1965 keduanya
mendapat hadiah nobel dari penemuan tersebut Penemuan ini semakin
menguatkan bahwa alam semesta terbentuk dari sebuah ledakan dahsyat.
Keempat, adanya jumlah unsur hydrogen dan helium di alam semesta yang
sesuai dengan perhitungan konsentrasi hydrogen-helium merupakan sisa
dari ledakan dahsyat tersebut. Kalau saja alam ini tetap dan abadi maka
hydrogen di alam semesta telah habis berubah menjadi helium.
Gagasan teori Big Bang itu didasarkan juga bahwa galaksi-galaksi yang
saling menjauh itu, kurang lebih seragam di seluruh jagad raya. Ahli
Fisika George Gamow (1948) menganalogikan tentang efek perluasan tersebut
sepeti sebuah balon yang menggembung. Kalau kita meniup sebuah balon
yang diberi bintik-bintik, maka seluruh bintik itu akan terlihat saling
menjauh.
Kini, peristiwa Big Bang yang ditengarai menandai dimulainya
penciptaan alam semesta itu bukan hanya sekedar “teori”, tetapi sudah
menjadi “keyakinan ilmiah” para ilmuan. Oleh karena itu, dapat diketahui
bahwa galaksi-galaksi saling menjauh dengan kecepatan kira-kira 32
kilometer/detik untuk setiap jarak satu juta tahun cahaya, maka
dapatlah diperhitungkan bahwa alam semesta ini tercipta dengan proses
Big Bang antara 15-20 milyar tahun yang lalu.
Demikian uraian singkat mengenai salah satu teori alam semesta yang begitu populer di abad modern ini.
Bagaimana dengan pendapat anda... ?
Salam hangat...
0 komentar:
Post a Comment