Selamat atas tersusun'y dewan komisaris-direksi NKRI Holding....

728x90 AdSpace

Kolamz Post
Theme images by Colonel. Powered by Blogger.
Monday 31 August 2015

Rusunawa Nyaman, Indonesia Sejahtera...

Salam sejahtera...

Apa kabarnya dunia blogger...?

Telah lamo ta' bajumpo...semoga sehat selalu...

Yah...begitulah suasana hatimoe dan hatikoe semestinya...

Dan inilah cerita kami...




Suasana hidup yang tenang, dapat menikmati hamparan pemandangan yang asri, sejuk dalam lingkungan yang ramah adalah impian semua insan Tuhan dari spesies bernama manusia diberbagai strata pada alam semesta ini, namun untuk mewujudkan lingkungan yang “sesuai” hati bukanlah hal mudah, perlu perjuangan, kerja keras dan berbagai jenis pengorbanan yang tidak sedikit.



Bagi anda yang telah sampai pada tangga kesuksesan, tentu hal ini bukanlah cerita baru, sebab kesuksesan adalah “buah” dari kerja keras, perjuangan, berbagai pengorbanan dan seluruh rangkaian pujian do’a.

Dari mukodimah diatas, tentu tidaklah mengherankan apabila saat ini, dalam usia kemerdekaannya yang ke-70 tahun seluruh elemen masyarakat di negeri tercinta Nusantara sedang dalam “proses” perjuangan dan kerja keras agar dapat menemukan jalan keluar dari berbagai persoalan, seperti bidang ekonomi yang saat ini sedang tertatih-tatih disebabkan ekonomi global yang kian memanas akibat “currency war” yang telah berlangsung dalam beberapa tahun ini.

Dengan akibat “currency war” secara global diatas, tentulah tidak mudah bagi Indonesia agar terlepas dari suasana ‘kegentingan’ ekonomi Nasional, apalagi sudah kita ketahui bersama, bahwa dalam skala industry, sebagian besar bahan baku bagi jalannya industry manufaktur & bahan pangan dinegeri ini, masih sangat tergantung dengan bahan baku dari import (belum “berdikari”), belum lagi dengan sifat “kegotong-royongan” masyarakat yang hanya berlaku secara terkotak-kotak pada lingkungan masyarakat tertentu, tidak bahu-membahu lintas bidang, lintas strata sosial, dan disamping itu masih ada sebagian masyarakat Indonesia (mengaku bangga menjadi WNI) namun kurang PD menggunakan dan menyimpan “rupiah” pertiwi.

Kemudian ditambah dengan kementerian terkait yang hingga saat ini “seperti” tidak sunguh-sungguh dalam menerapkan ‘system’ ekonomi milik kearifan lokal Bangsa Indonesia sendiri, yakni system per“koperasi”an, yang telah nyata dapat ber“tahan” di tengah berbagai krisis ekonomi dunia selama ini, siapa menjegal pengaplikasian system Koperasi…?
Dan pada sisi lain, Negara juga harus terus melaksanakan “estafet” pembangunan dalam bidang penataan lingkungan di berbagai kota Indonesia agar berbagai masalah yang timbul dapat dibenahi secara bertahap dari generasi ke generasi, seperti diantaranya yang sering ditemui dibanyak kota-kota seluruh Indonesia, yakni munculnya pemukiman “liar” namun telah lama diakui oleh Negara, sehingga disadari maupun tidak pada bidang lain akan berakibat menimbulkan berbagai macam masalah sosial sangat kompleks, seperti kebersihan lingkungan yang terabaikan, bahkan dapat terpotong dari mata “rantai” ataupun overload yang pada akhirnya dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, keteraturan lalu-lintas dan serta tentu kualitas pendidikan dapat terganggu, hingga penurunan lingkungan berhawa asri dan lain sebagainya.

Dengan beberapa problem diatas, tentulah sebuah beban yang tidak ringan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi team “punggawa” pemerintahan yang saat ini sedang bekerja keras.

Dan dengan berbagai persoalan yang telah terurai diatas, maka dapat digambarkan bahwa setiap pemerintahan/negara di belahan bumi  manapun berada, tentu berbagai penataan dan perbaikan akan selalu ada, seperti perbaikan kualitas dalam system pelayanan Negara, peningkatan kualitas SDM yang ada, perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana Negara termasuk perbaikan penataan pada berbagai wilayah peruntukan, seperti model penataan wilayah perkotaan yang akan dibahas dalam topik kali ini, yakni problem yang banyak ditemui pada negara-negara yang baru “belajar” menjalani rangkaian kehidupan di dunia, seperti negeri tercinta “gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem karta raharja” Indonesia ini.

Indonesia, memang saat ini sedang "sangat" bergairah dalam geliat “meneruskan” pembangunan dari estafet periode sebelumnya setelah beberapa bulan yang lalu telah mengarungi puncak “pesta” demokrasi pergantian pemimpin Bangsa dari kepemimpinan ke-6, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono ke generasi kepemimpinan ke-7, Bapak Joko Widodo.

Ingat… siapapun pemimpin NKRI… seluruh rakyat Indonesia harus bisa mendukung (jika tidak… mari dewasa dalam "gaya" demokrasi melalui tata cara berkompetisi yang sehat dan berjiwa gentle), sebab musuh bangsa Indonesia bukanlah para negarawan Indonesia, namun siapapun yang berusaha menciptakan ketergantungan kebutuhan hidup rakyat Indonesia dengan melemahkan dan atau monopoli per“ekonomi”an rakyat serta bermaksud menguasai sepenuhnya berbagai sumber daya alam milik Negara Indonesia, itulah musuh nyata seluruh rakyat Indonesia… (UUD pasal 33) 

Nah kembali ke topik bahasan kali ini, yakni “Rusunawa Nyaman, Indonesia Sejahtera...”, sebenarnya topik ringan yang terangkat dalam posting blog kali ini disebabkan betapa turut perihatin dan sedih melihat beberapa penyelesaian masalah pembangunan NKRI era reformasi namun “seperti” masih ada mata "rantai" musyawarah yang terpenggal dalam penyelesaiannya, hal ini terdeteksi dari sikap dan tindakan sebagian rakyat Indonesia yang menyikapinya dengan seperti ada “amarah” terhadap pemerintah sebagai Ayah-Bundanya sendiri.

Jadi benarkah pemerintah, khususnya pemerintah daerah tidak berperan sebagai orangtua, yakni “Ayah” & “Bunda” bagi putera-puterinya, rakyat Indonesia… atau betulkah masih ada sebagian rakyat Indonesia yang tidak “legowo” untuk di tata lingkungannya…?

Mari saling introspeksi…

Dengan belajar dari ‘tragedi’ kampung Pulo di provinsi DKI Jakarta beberapa hari yang lalu, dalam usahanya untuk meningkatkan minat masyarakat perkotaan pada program “hunian” vertical yang digagas pemerintah (pusat) saat ini, yakni model “rusunawa” diberbagai kota (besar) di seluruh Indonesia, alangkah “bijak” apabila dimasa yang akan datang, pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan "sosialisasi" program harus seawal mungkin dengan pendekatan dari “hati ke hati” kepada seluruh anggota masyarakat, yakni secara terus-menerus membangun hubungan laksana hubungan “orangtua dan anak” (saling ngemong), sebab dengan cara membuka ruang “dialogue” musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dari cerdik pandai, akademisi, lembaga penelitian, para pengamat tata kota & lingungan, LSM, ormas dan serta berbagai pihak pemerhati sosial lainnya dalam menggali ide, pendapat, saran, masukan yang membangun, maka diharapkan semua pihak tidak dirugikan baik secara materiil maupun non materiil dan serta tidak adanya unsur tebang-pilih dan atau ada hal yang disembunyikan dalam mewujudkan program penataan kota menuju keindahan Indonesia dimasa datang.

Dengan demikian pemerintah sebagai “operator” pembangunan, semua kebijakannya harus dapat mengakomodir sekaliagus dapat menjaga seluruh peri kehidupan masyarakatnya walaupun tentu gesekan kebijakan dengan sikap bijak kadang tidak bisa terhindarkan, dan tindakan minimalisasi gesekan merupakan satu bukti perwujudan ke"bijak"sanaan anda sebagai pelaksana UU, demikianlah putaran dunia...

Kemudian dalam pelaksanaan sosialisasi melalui pendekatan dari “heart to heart” yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kepada anggota masyarakat, hal pendukung lainnya adalah dengan melibatkan peran serta berbagai 'media' yang berfungsi untuk melancarkan arus komunikasi dari para stakeholder pemerintah dan para “pakar” dibidangnya kepada masyarakat dalam menggali & membangun “pemahaman” bersama, sehingga isi “komunikasi” akar masalah yang dihadapi dan ragam solusi yang akan ditempuh oleh pemerintah (Negara) tersampai dengan baik dan terjamin kebenarannya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dengan proses panjang-pendek ini, tentu harapannya adalah dapat meminimalisasi cara-cara kurang dewasa dalam berdemokrasi “Pancasila”, dan ini merupakan satu bagian dari budaya kerja “gotong-royong” yang selama ini (akan) harus diperkuat kembali dalam hubungannya dengan “nguri-uri” budaya adiluhung bumi Nusantara, perhatikan bagaimana Bangsa Korea, Chinese, Jepang dan beberapa Bangsa di Benua Amerika Latin, Europa yang selalu konsisten menjaga budaya eksotik nenek moyangnya.

Dengan saling sinergy lintas bidang melibatkan berbagai pakar dan tokoh masyarakat ini pula, pemerintah daerah “seolah” tidak sendirian dalam mengadapi kesemprawutan lingkungan perkotaan namun dilaksanakan dengan penuh kebersamaan dari dan untuk “keindahan” seluruh elemen masyarakat Indonesia (tidak adigang, adigung, adiguna).

Dan pesan “bijak” yang tersampai adalah, khususnya pada wilayah perkotaan yang masyarakatnya cenderung berperilaku individual dan tentu bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam melaksanakan penataan lingkungan dapat menumbuhkan jiwa “pahlawan” atau merasa ikut memiliki “handar beni” lingkungan asri, berhasrat menjaga, melestarikan demi kemanfaatan antar generasi bumi pertiwi Indonesia.

Kemudian dari berbagai kejadian yang kadang ada, kami berharap seyogyanya kepada (pejabat) abdi Negara yang berwenang dibidangnya dapat mensinkronkan aturan UU dengan riil dilapangan sehingga tidak terulang kembali persoalan yang belum terselesaikan di era sebelumnya, seperti halnya “ada” tanah milik Negara namun setelah ada pemukiman tidak resmi oleh sekelompok masyarakat, namun pungutan pajak (NJOP) masih ada dikeluarkan atas nama pemilik pemukiman yang sejatinya tanah tersebut adalah tanah milik Negara.

Haruskah pungutan pajak (NJOP) “sementara” dikeluarkan dengan catatan tertentu, ataukah seharusnya pemerintah daerah menggunakan opsi lain dalam meminimalisir tumpah tindih aturan ini…?

Atas berbagai langkah perbaikan kualitas hidup seluruh masyarakat Indonesia yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, maka sebagai wujud peran serta dalam penataan lingkungan di seluruh wilayah NKRI, bagi kalangan usahawan yang memiliki (tempat) perijinan usaha yang tidak pada tempat peruntukannya dan serta anggota masyarakat yang bermukim pada wilayah-wilayah yang tidak seharusnya sebagai pemukiman layak, maka harus berbesar hati dengan sikap “legowo” bersedia ditertibkan & direlokasi, sebab apapun “argument” dari seluruh elemen masyarakat yang dikemukakan dalam hubungannya dengan semua pemukiman yang tidak pada peruntukannya, apalagi Negara sedang berupaya melaksanakan penataan wilayah, baik perkotaan maupun wilayah lainnya, maka tentu tidak dibenarkan sesuai UU yang telah disepakati bersama (berlaku), oleh karena itu membantu proses kebangitan “indahnya” Indonesia dalam berbagai penataan wilayah (perkotaan), tentu sebuah sikap “bijak” & “mulia” dari seluruh anggota masyarakat yang sepakat & menyetujui penertiban & relokasi pemukiman dengan cara-cara manusiawi. Dengan cara ini pula, seluruh komponen masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam membangun Negara Indonesia menuju bangsa yang beradab, sehat, indah, rapi tertata di mata pergaulan bangsa-bangsa dunia. 

Selanjutnya bagi media yang berperan serta dalam menginformasikan berbagai hal tentang berbagai program-program pemerintah termasuk salah satunya mengenai program hunian vertical, model “rusunawa” pada wilayah perkotaan di seluruh Indonesia, seyogyanya harus menggunakan kata dan kalimat yang tepat dalam pemberitaannya, sehingga pencerahan kepada para pemirsanya (seluruh elemen masyarakat) mempunyai efek membangun, seperti: seharusnya lebih banyak menggunakan kata “penertiban” wilayah…. dan harus “meminimalisir” pemakaian kata “penggusuran” wilayah… dengan demikian kesan yang ada bukan “pemaksaan” kepada lingkungan masyarakat yang telah ada, namun lebih kepada penataan lingkungan masyarakat secara manusiawi & dewasa dalam berdemokrasi sesuai hukum yang (berlaku) telah disepakati bersama.

Dan setelah berbagai rutinitas kegiatan diatas telah dilalui, maka kegiatan selanjutnya adalah menjaga keasrian lingkungan, ketenangan dan serta keberlangsungan “sejahtera” seluruh elemen masyarakat Indonesia, terlebih bagi para penguni "rusunawa", oleh karena itu alangkah "elok" apabila pemerintah pusat melalui kementerian dan serta kantor kedinasan terkait sebagai “pengelola” rusunawa di seluruh Indonesia membentuk satu "Koperasi" Induk sebagai pengendali koperasi-koperasi (toserba) yang di”siap”kan pada tiap-tiap hunian rusunawa yang tentu masyarakat penghuni rusunawa secara otomatis menjadi anggota koperasi tersebut disamping masyarakat  sekitar pada umumnya, seperti halnya “seharusnya” telah ada dan berfungsinya lembaga “koperasi” di tiap desa hingga dusun, pasar-pasar traditional, perkampungan nelayan, daerah petani garam, sentra home industry (UKM) dan sebagainya, dengan pengaplikasian “system” perkoperasian ini dalam penataan ulang (revolusi) kehidupan bermasyarakat, terlebih pada lokasi baru, masyarakat bukan hanya di “tata” secara lingkungan kemasyarakatan semata, namun penataan lingkungan dapat berfungsi sebagai “basis” ketahanan ekonomi kerakyatan yang mengacu pada perwujudan pasal 33 UUD 1945 (apa masih ada…?) dalam rangka mewujudkan ketahanan ekonomi secara Nasional.

Anda masih ingat kan...?

Setiap lini kekuasaan merupakan salah satu jalan menuju pintu kebajikan, berlaku arif bijaksana akan sangat lebih terhormat.

Setiap penguasaan terhadap kebutuhan hajat hidup masyarakat luas merupakan satu bentuk keserakahan para "fir'aun" yang bertransformasi disetiap rentang jaman.

Setiap keputusan yang penuh dengan "model" pemaksaan adigang-adigung-adiguna dan serta intrik ketidakjujuran merupakan satu bukti nyata dari "gaya" penjajah.

Mangayubagyo dan guyub-rukun merupakan budaya Nusantara yang mesti terpupuk ditengah masyarakat Indonesia dalam hubungannya dengan kebersamaan ambangun Negoro.

Demikianlah gambaran mimpi “Rusunawa Nyaman, Indonesia Sejahtera...” yang sedang dibangun oleh seluruh stakeholder pemerintah Indonesia, oleh karena itu… mari bersama wujudkan masyarakat Indonesia yang ramah, gotong-royong dan sejahtera…


Salam hangat
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Rusunawa Nyaman, Indonesia Sejahtera... Rating: 5 Reviewed By: widjaja
×
Judul