Assalamu’alaikum… bro dan agan…
Selalu sehat kan...? syukur Alkhamdulillah kl bgt Bung.
Wah ane mohon maaf ya… baru bisa posting lagi setelah sekian lama g bisa mengurus blog ini, g bisa menjadi "warta" profesional nih… xixi2….. Ya… tapi mohon dimaklumkan saja, walaupun bukan dari daerah basah (salah satu istilah popular di negeri ini menurut UU, he2…), tapi kami satu makhluk yang kadang lebih suka dalam urusan super sibuk.....
Mohon harap tenang, Bapak-Bapak sedang rapat ya...!
Ehm… ehm… ehm…
Oh ya… Dalam kesempatan ini, sebelum saya mengangkat sebuah topik dengan judul “Jangan Galau Ketika Galau”, terlebih dulu kami haturkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YME, atas limpahan rahmat, hidayah dan inayahNYA kepada kita semua, sehingga sampai detik ini kita masih pada jalan yang di ridhoi olehNYA, masih dapat merasakan sehat yang tak terhingga walaupun memang masih ada saudara-saudara kita yang belum sehat, tentu ini lebih beruntung… udara segar masih “gratis”, (selalu lihatlah kebawah, agar kita selalu bisa bersyukur…), juga atas limpahan rezeky yang lancar… serta berbagai kemudahan yang tak terhingga...semoga apa yang kita dapatkan sampai hari ini menjadikan kita lebih dekat dengan sang Khalik pemilik dari alam ini, Amien…
Sahabat…
Begini, sehubungan dengan sebuah topik yang akan kami sajikan, anda semua pasti akan sama-sama mahfum bahwasanya seluruh masyarakat Indonesia saat ini sedang diliputi oleh rasa gundah-gulana yang sangat mendalam, diantara penyebabnya adalah kembali tumbuhnya “benalu” lama yang lebih rimbun serta lebih menghijau. Rasanya setelah sekian lama bangsa Indonesia menyataken reformasi dari cara-cara yang digunakan oleh penguasa pada rezim sebelumnya, yakni era orde baru akan tetapi…
Dapat dikatakan rezim "harus" berlalu namun sebagian adat (katanya) harus tetap terjaga kelestariannya…bettul gan…?
Pada sisi lain, berbagai bencana alam silih berganti menyapa hamparan negeri tercinta ini, memang Negara Indonesia secara geografis terletak atau termasuk dalam lingkungan cincin api (ring of fire), Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya {5–6% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar} adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika) yang memilki potensi bencana alam cukup tinggi, karena berada diantara wilayah lintasan dua jalur pegunungan yaitu pegunungan sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang terdapat banyak gunung berapi dan aktivitasnya dapat menyebabkan terjadinya gempa vulkanik.
Posisi geologis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng aktif yaitu lempeng Indo-Australia dibagian selatan, lempeng Euro-Asia dibagian utara dan lempeng pasifik dibagian timur. Dengan demikian, posisi Indonesia sangat rawan terhadap bencana, baik dari aktivitas vulkanis maupun tektonik, jadi disamping kita adalah Negara kaya akan sumber daya alam, tradisi budaya bangsa akan tetapi juga jangan lupa sangat kaya akan bencana alam yang silih berganti datang menyapa.
Kemudian ada juga bencana yang ditimbulkan oleh makhluk Tuhan yang mendapat karunia sangat "sempurna", namun berperilaku sebaliknya, yakni melakukan tindak kekerasan fisik kepada sesamanya, khususnya yang terjadi pada warga Negara kita, bangsa Indonesia, baik yang ada di luar negeri juga di dalam negeri (Mengapa hidup dijaman serba canggih ini, masih ada makhluk "berakal" bernama manusia yang belum bisa “MOVE ON" dari masa keterbelakangannya, “perilaku jahiliah”. (jadi apa arti bangsa yang lebih maju…?)
Sebenarnya bila memang mempunyai nyali besar, ya… g usah setengah hati (nanggung), karena sudah pasti akan berkelit dari hukum walaupun "pakar hukum", Jika BERANI tirulah gayanya para fir’aun… JEMPOL!).
Ada lagi yang lebih tragis dan menyedihkan, yakni lagi-lagi masih ada cara-cara dalam bersaing yang tidak "fair" dalam berdemokrasi dari para politikus kita. (seharusnya malu menggunakan cara Kampungan…?)
Ada lagi yang lebih tragis dan menyedihkan, yakni lagi-lagi masih ada cara-cara dalam bersaing yang tidak "fair" dalam berdemokrasi dari para politikus kita. (seharusnya malu menggunakan cara Kampungan…?)
Terpaan selanjutnya adalah adanya issue penyadapan yang dilakukan oleh beberapa negara sahabat yang selalu manis dalam menjalin kerjasama (eksport-import, pertukaran pelajar dll), namun selalu "nakal" membuat "kegaduhan" di negeri ini. (memang dalam dunia intelligent, sadap-menyadap adalah hal biasa, namun tidak disangkal lagi, ini merupakan salah satu sisi kelengahan kita)
Padahal apabila kita cermati bersama, benua Ausie pada masa awalnya merupakan sebuah benua yang alamnya penuh pesona, namun dimanfaatkan oleh orang-orang Inggris sebagai tempat pembuangan bagi para narapidana. Ini tidak jauh berbeda dengan sejarah Negara Amerika Serikat, hanya saja para pendatang dari dataran Eropa yang sampai di dataran benua Amerika adalah individu yang tidak sepaham dengan pemerintahan masa itu di negara-negara yang ada pada dataran eropa, juga berbagai motif lain, diantaranya seperti mencoba peruntungan hidup.
Disebabkan telah beregenerasi selama ribuan tahun serta telah mengalami berbagai macam gejolak politik yang berulang-ulang, maka kini telah menjadi sebuah negara dengan tingkat peradaban yang lebih "maju", yang seharusnya juga senantiasa menjaga hubungan kerjasama, harkat dan martabat sebagai sesama umat manusia akan tetapi selalu saja "bertabiat" kurang ramah dan tidak mencerminkan tindakan yang berestetika bagi sebuah negara maju.
Ausie misalnya setelah pemerintah RI melalui menteri luar negeri Marty Natalegawa memanggil "pulang" duta besarnya, Pihak Ausie, PM Tonny Abbott juga dalam jumpa persnya tidak mau "meminta maaf" telah melakukan penyadapan kepada Presiden RI beserta Ibu Negara, setali tiga uang juga dengan negara Amerika Serikat setelah dikonfrontir, dalam jumpa persnya, Menlu AS, dalam pernyataannya hanya klarifikasi hubungan kerjasama bagi kedua negara. (negara besar yang katanya paling menjunjung tinggi hak azasi manusia, namun merupakan pelopor pertama pelanggar hak azasi manusia)
Nah dari pemaparan ini maka dapat diketahui bersama bahwa ancaman yang sangat nyata pengaruhnya bagi generasi mendatang bangsa ini adalah Pertama, perilaku korupsi (miskin hati) dari sebagian masyarakat kita yang masih dan lebih sering dilakukan dengan cara berjamaah, he2… shalat dulu yok...
Kedua, bencana dari adanya kegiatan para pedagang dan pemilik obat-obatan Narkotika yang semakin berani bukan hanya menyasar wilayah perkotaan besar saja, namun sekarang "team marketing" telah sampai hingga ke pelosok negeri dengan tanpa malu-malu (ada apa dengan sebagian dari anggota masyarakat kita...?, yang jelas ini kesalahan kita bersama yang selalu lebih sibuk dengan kepentingan golongan dan "lemah" koordinasi).
Ketiga, adalah produk hukum kita, masih banyak yang perlu di amandemen agar sinkron dengan perkembangan jaman, disamping itu sikap ketegasan dari buah "koordinasi" berbagai pihak (Lembaga KPK, Lembaga Kepolisian, Lembaga Kejaksaan dan Kehakiman), masih terlihat "sangat lemah", dalam banyak hal terlihat bekerja sendiri-sendiri.
Dengan kita menyadari bahwa ketiga point diatas sangatlah penting, maka hal-hal yang bersifat krusial pantas kita kedepankan dengan mengesampingkan hal yang dapat merugikan bangsa dan Negara sendiri dimasa yang akan datang, apalagi perlu diingat bahwa kita harus dalam kesiapan prima dalam menyambut era perdagangan tingkat global, yakni “era pasar bebas” yang masuk dalam hitungan beberapa bulan lagi, ini jika tidak ingin start awal diambil perannya oleh Negara lain.
Seperti kita ketahui bersama bahwa “era pasar bebas” ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, dan era pasar bebas Asia-Pasifik tahun 2020, yang tentu bukan hanya produk lokal saja yang akan memperebutkan hasrat “masyarakat Indonesia”, akan tetapi produk-produk luar negeri juga akan membanjiri pasar dalam negeri, baik produk legal maupun produk non legal yang tentu akan lebih cepat mengalami perkembangan.
Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar 95.181 km, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau. Dengan populasi sekitar sebesar 260 juta jiwa pada tahun 2013, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, sekitar 230 juta meskipun secara resmi bukanlah negara Islam, ini berarti Negara Indonesia merupakan pasar potensial terbesar ke-4 dunia yang sangat pantas diperhitungkan oleh para pemilik produk dunia (jangan lupa... kita selama ini merupaken bangsa dengan sifat "konsumtif" yang tinggi), dan ini sudah diketahui sekaligus telah terpetakan oleh para pemilik kepentingan "global" tersebut, baik dari tingkatan produk paling sederhana, seperti jenis produk kategori food, fashion, health hingga product bergengsi seperti pada bidang technology dan produk otomotive.
Sampai abad 21 ini, Indonesia baru memiliki pabrik pesawat terbang yang dapat dibilang berkembang, ya…tinggal pemerintah dalam hal ini BUMN dan swasta yang harusnya lebih pro terhadap hasil produknya…karena salah satu kunci utama sebuah produk dapat bersaing dipasar adalah, pemilik produk memiliki komitmen, inovasi serta dukungan Negara sebagai pengayom dari kreatifitas anak bangsa, secara logika bagaimana produk sendiri dapat berkembang jika kita sendiri tidak mau memulai untuk menggunakannya, coba kita perhatikan bersama bagaimana nasib pabrik pertahanan kita, perkapalan kita, padahal ini semua Indonesia telah lama memiliki cikal-bakalnya, namun sepertinya komitmen Negara belum bekerja secara optimal.
Belum lagi mengenai kebutuhan "pokok" dalam hal energy kelistrikan kita yang masih tergantung dengan bahan bakar fosil, sedangkan bagi negara maju sumber bahan baku lain telah dipandang sebagai tambang "emas" yang sangat bermanfaat. Disamping sudah pasti setiap tahunnya selalu berlimpah juga sangat murah, namun bagi Negara Indonesia perhatian akan sangat berbeda sehingga selalu menjadikan "masalah" yang tidak pernah berujung dan minim perhatian atau dengan kata lain hanya menggunakan konsep pindah tempat.
Apakah anda sangat setuju, apabila pemerintah pada setiap provinsi bahkan pada tingkat kabupaten/kota dapat memiliki pembangkit listrik dari hasil pengolahan limbah sampah penghuninya...?
Belum lagi mengenai kebutuhan "pokok" dalam hal energy kelistrikan kita yang masih tergantung dengan bahan bakar fosil, sedangkan bagi negara maju sumber bahan baku lain telah dipandang sebagai tambang "emas" yang sangat bermanfaat. Disamping sudah pasti setiap tahunnya selalu berlimpah juga sangat murah, namun bagi Negara Indonesia perhatian akan sangat berbeda sehingga selalu menjadikan "masalah" yang tidak pernah berujung dan minim perhatian atau dengan kata lain hanya menggunakan konsep pindah tempat.
Apakah anda sangat setuju, apabila pemerintah pada setiap provinsi bahkan pada tingkat kabupaten/kota dapat memiliki pembangkit listrik dari hasil pengolahan limbah sampah penghuninya...?
Peran serta dan atau "kepedulian, kepekaan" dari para pengusaha nasional dan daerah akan sangat diharapkan, yang tentu telah didahului oleh sikap keseriusan dari para pemilik kebijakan di negeri ini sebagai motor penggerak pertamanya.
Dan... yang lebih menyakitkan dari bangsa ini adalah pada bidang otomotive yang telah banyak melahirkan ahli-ahli dibidangnya mulai dari tingkat menengah hingga kelas perguruan tinggi, namun dalam kenyataannya semuanya sepertinya bisa dibilang bangsa ini dalam hal penguasaan ilmu dan teknologinya masih hanya sebatas memiliki ilmu reparasi dan modifikasi, kenapa seperti mand**L...? (berjalan sendiri-sendiri)
Demikianlah berbagai problematika bangsa ini, datang dan pergi silih berganti mewarnai kehidupan masyarakat yang sudah dikenal dunia sebagai komunitas paling majemuk (beragam) di satu-satunya planet hijau dalam tata surya ini. Namun pada bagian lain juga masih ada sedikit sifat "batu" dari individu dan atau sekelompok anggota masyarakat kita, yang "belum" sadar akan bahaya memiliki perilaku dan hoby korup (miskin hati) apalagi secara berjama'ah kepada seluruh rakyat Indonesia. Naudzubillah mindzalik...
Bencana Sinabung, Kelud serta banjir yang beberapa hari lalu “dolan” ke berbagai wilayah Indonesia adalah salah satu contoh nyata betapa sangat dahsyatnya akibat yang ditimbulkan, begitu juga perilaku korupsi, uang dari pajak masyarakat yang seharusnya bagi pembangunan memenuhi standar yang telah ditetapkan (juknis), dikarenakan mengikuti adat "khitan", dan atau bagi-bagi "angpau", maka standar kegiatanpun akan terabaikan, yang pada akhirnya terciptalah sebuah alur "proyek abadi" yang secara terus-menerus dinikmati oleh hanya segelintir dari anggota masyarakat kita.
Mengapa perilaku dan hoby korupsi masih digemari oleh tidak sedikit insan di negeri ini, kalo g percaya coba tanyaken pada media yang ada dinegeri kita ini, hari-hari kita lebih sering disodorkan berbagai berita adanya pejabat Negara (pejabat publik) beserta para koleganya (pengusaha) yang terendus kasus “korupsi”, walapun semua itu hanyalah oknum, namun dikarenakan lebih banyak prosentase yang muncul, maka stigma yang muncul di masyarakat akan berpandangan, apakah memang peraturannya harus “beramplop” bagi para kolega di dunia usaha demi melancarkan suatu item kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan pejabat Negara dan yang menyangkut proyek-proyek milik Negara…?”, ataukah ini merupakan salah satu jalan yang sengaja diciptakan oleh para pemilik kebijakan secara bergenerasi sebagai sebuah “kebiasaan illegal” yang dipelihara dengan baik, demi terisinya pundi-pundi “haram” yang mengalir tanpa perlu bersusah-susah payah.
Apakah dikarenakan masyarakat kita hingga zaman ini masih sangat minim pemahamannya, sehingga dianggap tidak tahu cara-cara bermain "kotor" para kaum elite di negeri ini, ataukah karena masih adanya (istilah dalam undang-undang ya...?) "daerah basah dan tempat kering" dalam setiap level jabatan pada tiap bidang aktivitas kerja? entahlah…
Kalau memang demikian adanya, kami berpandangan akan lebih baik jika tingkat kesejahteraan bagi para pegawai Negara adalah hal "darurat", dan perlu pengkajian ulang secara menyeluruh, tentu sebagai tolak ukur dan apabila diperlukan standar yang dipergunakan adalah “sangat sejahtera”, dengan cara yang demikian ini memungkinkan para pegawai Negara akan lebih "Rumangsa
melu handarbeni, Wajib melu hanggondheli,
Mulat
sarira hangroso wani", (Merasa
ikut memiliki, Wajib turut membela dan Berani bersikap mawas diri) apa yang menjadi kewajibannya melayani,
menjaga sekaligus mengawasi seluruh kegiatan pada berbagai bidang
pembangunan milik bangsa dan Negara ini.
Sehingga dikemudian hari akan terwujud pencapaian pendapatan Negara
kita, yang oleh beberapa kalangan dari para pengamat ekonomi,
bahwasannya sumber pendapatan Negara Indonesia sebenarnya bukan hanya
sampai pada nilai 1500 triliun seperti saat ini, akan tetapi
diperkirakan pendapatan Negara kita dapat memperoleh pencapaian lebih
"optimal" dari nilai pendapatan Negara yang ada pada saat ini, dan ini memungkinkan terjadi apabila system
pengelolaan migas kita menjadi "tuan” di negeri sendiri. (pengamat ekonomi Ichsannuddin Noorsy).
Sekarang coba anda sandingkan.... bagaimana Negeri kecil Singapura yang tidak memiliki lapangan atau sumur minyak dan gas bumi akan tetapi bisa menjadi pusat perdagangan minyak dan gas di Asia Tenggara, ternyata negara ini ditengarai memiliki kilang minyak yang paling canggih di dunia, dengan cara ini Singapura membeli banyak minyak mentah dari mana-mana (berbagai negara), lalu diolah menjadi produk jadi seperti BBM, kemudian dieksport ke berbagai negara, salah satunya ke Indonesia. Negara yang banyak memiliki lapangan atau "sumur minyak dan gas bumi".
Dengan kita secara terus-menerus memposisikan sebagai "bangsa pembeli", salah satunya dalam hal energy, bagaimana dalam jangka panjang dan untuk kepentingan strategis misalnya, apakah cadangan "khusus" BBM bagi pemenuhan kebutuhan dalam keadaan "darurat", seperti untuk pemenuhan kebutuhan pesawat tempur canggih, kapal perang, tank tempur dan kendaraan tempur milik Indonesia untuk minimal 6 (bulan) atau 1 (satu) tahun kedepan ada jaminan...?
Disamping itu masyarakat juga masih bingung, karena ternyata masih jarang kita
temui pribadi yang bersikap tegas kepada kebenaran dari para pemangku
kepentingan di negeri ini, tanda yang diharapkan lahir dan seharusnya
ada pada masyarakat yang telah “melek” politik dan “melek” hukum.
Sebenarnya akan dibawa kemana peradaban negeri ini? (Prof. J.E. Sahetapy)
Apakah ini wajah sekarang dari budaya ketimuran...? yang lebih
mengagungkan nilai keduniaan daripada sifat santun, sehingga sifat
santun telah dianggap sikap dari insan penakut dan pecundang…? Wallahu
Alam.
Dari hal ini, kita semua pasti akan sama sependapat, karena dari ajaran agama manapun, baik yang datang dari langit maupun yang berasal dari bumi, dengan memiliki sedikit sifat “kaya hati”, kita dapat dipastikan tidak akan berperilaku tidak baik “korup” walapun dalam urusan sekecil apapun, namun apabila hati kita telah miskin, jikapun Tuhan telah memuliakan dengan berbagai keberhasilan, pangkat derajat sekalipun, pribadi tersebut masih merasakan belum cukup hingga sifat dan perilaku korupnya terlahir.
Pada sisi lain akhirnya kami berpendapat bahwa disebabkan masih tingginya tingkat kesenjangan ekonomi sosial masyarakat kita, maka seyogyanya para tokoh-tokoh bangsa ini, mulai dari kalangan politikus, kaum profesional bahkan bagi kalangan pengusaha tentunya sebagai panutan, baik pada komunitasnya sendiri maupun secara lebih luas tidak terbawa dengan gaya hidup para pangeran dari negeri-negeri Timur Tengah, yang umumnya lebih "senang" dan "bangga" dengan mengoleksi berbagai produk "super mewah" dan mahal namun "mayoritas" bukan buatan negeri sendiri alias masih tergantung dengan pabrikan asal produk.
Coba anda bayangkan…?!, ini sangat disayangkan kan...? Negara yang dikenal akan kekayaan minyak bumi yang melimpah dan seharusnya menjadi kekuatan Negara dalam menjaga karunia Tuhan sebagai kiblatnya kaum muslimin dari seluruh penjuru planet ini, bukan saja dalam hal kedamaian dan kebersamaan ummat manusia namun juga dalam aspek kemajuan peradaban namun sekarang terpetak dalam kerepotan sendiri-sendiri oleh adanya perang saudara pada wilayahnya masing-masing, negeri palestinapun yang seharusnya sebagai negara yang pantas mendapat pengayoman dari negara-negara sahabat (Liga Arab), dibanyak perjanjian selalau tertelikung dengan banyaknya kepentingan barat (lihat pangkalan militer sekutu).
Bagaimana gan…?
Dari berbagai untaian peristiwa diatas, maka saat ini kita seharusnya dapat memetik kembali bahwasanya, bangsa Indonesia secara sadar maupun tidak telah berada pada pusaran pergaulan tingkat global, dan ini merupakan pilihan yang secara bijak harus diambil demi menjaga harkat dan martabat bangsa dan Negara Indonesia ditengah-tengah komunitas internasional yang lebih kompleks.
Seperti halnya sebuah pertandingan, maka kita harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang agar seluruh bagian tubuh kita tidak menjadi sasaran empuk dari pihak lawan, oleh karena itu penguatan pada sisi wilayah pesisir kepulauan dari batas-batas Negara kita yang telah lama menjadi target dari para pemangku kepentingan pada tingkatan global dapat lebih diketahui dengan cepat (terlindungi).
Singapura, ya... Negara paling dekat dengan kita, coba anda perhatikan peta wilayah negeri singapura 10 tahun yang lalu. Negara ini adalah Negara pulau yang luasnya tak lebih dari seperlima pulau Bali, namun sekarang telah menjelma menjadi sebuah daratan nan luas dengan salah satu kegiatan reklamasi wilayah pantainya, jadi hanya dalam kurun waktu tidak lebih dari 10-20 tahun saja, sekitar 581 km persegi sebelum tahun 1960, dan luas Negara Singapura sekarang pada tahun 2010 ini diperkirakan sudah bertambah luasnya menjadi 820 km persegi (Asia Times, 2003) dan masih akan terus bertambah hingga 2030.
sangat mengagumkan...
Apakah kuncinya hanya penguasaan technology..?, tentu bukan semata-mata. Di banyak negara-negara yang sudah mengalami kemajuan peradaban, apabila seorang individu kalah dalam berpolitik, mereka umumnya sangat sportif dalam bersaing dan "legowo" dalam kekalahan tidak seperti yang "sering" terjadi pada peta perpolitikan di negeri kita sampai detik ini, yang masih senang dengan saling mengutamakan kepentingan golongan sendiri, merasa lebih baik/mampu dari golongan yang lain serta lebih mudah saling menyalahkan.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah dari mana bahan (material galian) timbunan untuk kegiatan reklamasi wilayah pantai tersebut, siapa yang sangat diuntungkan dan seberapa besar pengaruhnya terhadap batas wilayah ekonomi eksekutive kita dimasa yang akan datang? (informasi dari akar rumput, dapat anda peroleh pada semua saudara kita di provinsi Kepri dan sekitarnya)
Inilah mengapa perlunya kita memperhatikan daerah-daerah perbatasan sebagai potensi bagi kemajuan pembangunan dalam berbangsa dan bernegara serta dalam pertahanan dan keamanan Negara.
Sekali lagi marilah kita bersama-sama “belajar”, dengan memperhatikan Negara-negara maju, dimana seluruh wilayah perairan dan atau bagian dari wilayah perairan, yakni DAS atau lebih sering disapa "anak sungai" diperlakukan sebagai bagian dari “wajah” rumah masyarakatnya, tidak seperti pada Negara-negara berkembang, Indonesia salah satunya dimana sebagaian masyarakatnya masih memperlakukan lingkungan, seperti sungai dan anak sungai diperlakukan sebagai bagian dari "area" belakang rumah, yang tentu mempunyai berbagai aktifitas yang masih sangat disayangkan seperti, tempat membuang sampah, MCK dan lain sebagainya.
Dengan demikian, hingga pada usia hampir 70an tahun Indonesia menyataken kemerdekaannya… "kita ternyata telah lebih banyak menyediakan surga terindah dari sisi rupawan planet bumi ini hanya bisa dinikmati oleh bangsa-bangsa lain".
Berkenaan dengan berbagai hal diatas, semoga kedepan kita akan lebih waspada serta dapat meningkatkan tingkat koordinasi antar berbagai bidang dalam pemerintahan dari tingkat disiplin ilmu yang ada, apalagi sekarang inilah saat-saat yang paling menentukan dari nasib bangsa dan Negara ini untuk melanjutkan pencapaian pembangunan untuk (5) lima tahun yang akan datang.
Oleh karena itu bagi anggota masyarakat kita yang akan mencalonken dirinya menjadi wakil rakyat (anggota dewan) hendaknya dapat lebih mengetahui bagaimana menempatkan dirinya dalam berbangsa dan bernegara, serta dapat berperan dalam mensinergikan semua stakeholder pembangunan yang ada, guna mewujudken (5) lima sila dari pancasila dimasa yang akan datang dengan mensinkronkan berbagai perangkat peraturan perundangan Negara yang saling mendukung satu sama lainnya.
Dan sekali lagi, sebagai salah satu bangsa yang besar tentu kita juga harus memiliki jiwa yang besar dalam berorganisasi, baik pada tatanan lokal maupun dalam lingkup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu memiliki sifat “legowo” tentu merupakan salah satu modal awal dari para calon wakil rakyat kita dalam mengikuti "pesta" demokrasi di negeri yang kita cintai ini.
Dengan demikian, para calon pemimpin bukan hanya mencari "popularitas" sesaat, apalagi hanya bertujuan untuk menggaungkan kata "elektabilitas" kelompok semata, namun harapan masyarakat adalah jauh kedepan, yakni dapat menciptakan sikap "kenegarawanan" dalam berpolitik.
Kemudian, sikap rasa kebersamaan dalam persatuan dan kesatuan merupakan harga mati dari sebuah kebhinekaan berbangsa dan bernegara, kita harus dapat mulai melihat bagaimana kuatnya nilai persatuan dari segelintir anak bangsa, namun dapat berdiri tegak menguasai alur kehidupan. Dan berbagai contoh lain yang tentu ada pada tiap-tiap lingkungan terkecil kita.
Perjalanan perjuangan mengisi kemerdekaan dari anak bangsa ini memang masih sangat panjang, namun apabila di tahun pemilu ini para calon anggota dewan dapat bermain lebih efektif dan efisien, maka perjalanan bangsa dan Negara ini bisa lebih cepat dalam mengikuti perkembangan dari Negara-negara maju, apalagi saat ini kita telah memiliki jumlah anggaran (keuangan) yang terhitung dengan jelas, tidak seperti saat awal bangsa ini baru berdiri, yang tentu kesemuanya serba dari NOL, tersedianya sumber daya manusia dari berbagai bidang disiplin ilmu yang tidak diragukan lagi dan sudah tidak terhitung jumlahnya, begitu juga dengan sumber daya alam yang lumayan melimpah coba lihat peta dibawah ini.
Bagi calon wakil rakyat yang mempunyai empati tinggi terhadap masyarakat kita, sepertinya kuncinya g banyak, Pertama, anda merupakan insan berkomitmen pada kejujuran… punya Integritas…? Karena ini seperti halnya persatuan dan kesatuan, yakni harga mati; Kedua, anda dapat membangun kebersamaan sebagai komunitas besar dari salah satu bangsa di dunia dalam hubungannya dengan komunitas pergaulan pada tatanan tingkat global; dan Ketiga, anda harus mempunyai rasa malu… kalo menjadi calon anggota legislative masih menggunakan cara-cara tidak "santun" atau berperilaku “money politic” (merasa memiliki banyak uang).
Hari gini…! masih ada calon anggota dewan yang memasang baliho ukuran besar…? (bagaimana integritasnya...?!), apalagi membagi-bagikan uang di jalan dan atau pintu-pintu...?. Rasanya kami belum pernah melihat dan atau mendengar berita, baik pada media cetak maupun elektronik, televisi misalnya ada seorang milyarder melakukannya, ini cara calon wakil rakyat jaman doeloe Bung...?
Perhatikanlah untaian ayat-ayat Tuhan dibawah ini (agar fitnah dapat terhindarkan), yang sudah tentu anda sangat faham dari kami:
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan [QS:Al Baqarah:271]
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. [QS:Al Baqarah:274]
Dengan memperhatikan beberapa petunjuk Tuhan diatas, maka dapat dipastikan jika kaidah-kaidah yang sudah jelas dilanggar, maka kita tidak dapat menafikan lagi, yakni merupakan cara-cara yang lebih dekat kepada adanya pameo "ada udang dibalik batu".
Sebagai anggota masyarakat yang cerdas, apalagi kita hidup di jaman yang serba mudah, maka anda jangan mau dibeli hanya dengan beberapa lembar nilai nominal uang, ini untuk menghindari persiapan “balik modal” dari para calon wakil rakyat nantinya setelah duduk menjadi anggota dewan, yang tentu nilainya dapat berpuluh kali lipat dari yang anda terima saat ini.
Jadi… bagi seluruh anggota masyarakat Indonesia, kita harus bisa tegas (Mario Teguh)
“Kita jangan hanya berkeluh kesah kepada para wakil rakyat yang telah berperilaku korup, karena ketidak tegasan kitalah dahulu yang mengantar mereka untuk duduk menjadi anggota dewan”.
So…dari sekarang apabila masih ada calon wakil rakyat kita yang masih hoby bagi-bagi rezeky, baik di jalan, pintu-pintu dan lain-lain maupun dalam bentuk "mendompleng" program pembangunan yang telah ada, maka dengarkan (terima uangnya, jangan pilih orangnya) kemudian doa’kanlah semoga ia sadar telah melakukan pembodohan secara nyata kepada masyarakat…
Marilah kita perbanyak literature bacaan yang telah beredar luas disekitar kita, mulai dari produk undang-undang hingga selebaran dalam bentuk pamflet, yang menginformasikan berbagai informasi pelayanan Negara kepada seluruh masyarakatnya.
Kesimpulan akhir yang perlu kita ingat bersama-sama adalah:
“Janganlah kita hanya sibuk menyediakan surga terindah dari sisi planet bumi ini hanya bisa dinikmati oleh bangsa-bangsa lain akan tetapi marilah bersama-sama kita memulai dengan satu ketepatan langkah yang dapat memberikan keluasan surga terindah ini demi kenyamanan bagi para penghuninya sendiri”.
Maka di tahun pemilu ini, mari gunakan hak pilih anda secara cerdas, arif dan bijaksana, demi tercapainya keberlanjutan pembangunan bangsa dan Negara Indonesia dimasa mendatang dari periode sebelumnya, dengan mengedepankan aktualisasi nyata dari azas Pancasila dan UUD 1945, sehingga dikemudian hari lebih banyak karya tangan anak bangsa yang dapat mencerminkan kemajuan peradaban dari sebuah bangsa ini.
Demikianlah ulasan topik "Jangan Galau Ketika Galau" dalam judul posting kali ini, semoga dapat memberikan hikmah pada kita semua. Dan apabila ada kesalahan dalam penyampaian pendapat, kami mohon dapat dimaafkan karena sekali lagi ini hanyalah sebuah "ulasan" bukan produk dari sebuah perundang-undangan.
Kritik, pendapat dan sumbang sarannya akan selalu kami tunggu, demi perbaikan kualitas isi tulisan dalam blog ini dimasa mendatang.
Wassallam… . . .
Semoga lebih bermanfaat…
Salam hangat.
artikel yang sangat bermanfaat butuh waktu yang agak lama untuk saya memahami satu artikel ini , saya baca ulang-ulang terus takut ada yang salah :D
ReplyDeletesantai sja gan...yg sdh salah mungkin "main set" pemikiran kita shg pengelolaan "negeri gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem karta rahadja" mjd sedikit "bubrah" tanpa anak cucu putera-puteri negeri kelak ikut menikmati, thanks commenty, salam http://limasanda.blogspot.com
Delete